Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Rabu, 21 November 2012

He Had Came Back (Just a Dream)

 
Dia kembali lagi, meski hanya lewat sebuah mimpi. Mimpi yang kemungkinan besar hanyalah sebuah bunga tidur, bukan pertanda atau pesan misterius yang ingin disampaikannya padaku. Namun, sekejap pertemuan semu itu telah membuka kembali ingatan dan rangkaian kisah yang hanya bisa kupendam sendiri. Klasik memang, sebuah kisah cinta sepihak, cinta sendiri, cinta terpendam, yang kemungkinan jika si dia mengetahui isi hatiku pun, kemungkinan besar menjadi cinta tak berbalas. Ya, mungkin Aku merindukannya, meski dengan susah payah kuberusaha untuk melupakan rasa ini (entah kata apa yang tepat untuk mengungkapkan apa yang kurasa) padanya.
**********
Sebuah mimpi yang mengingatkanku akan film yang pertama kali kutonton di bioskop, atas ajakan beberapa sahabat baruku di bangku kuliah. Mungkin semua remaja dan para manusia di golongan dewasa muda (pada saat film tersebut dirilis) hampir semua mengetahui film yang kumaksud. Cintapuccino. Sebuah film yang diangkat dari sebuah novel yang konon katanya cukup laris, baik sebelum atau setelah kisahnya dibuat film.
Memilih film tersebut untuk ditonton pun bukanlah karena faktor kesengajaan. Hanya saja saat itu kami merasa bosan dengan rutinitas dan tumpukan tugas kuliah, dan sedang ingin jalan-jalan di mall. Saat ada waktu lebih lama sebelum malam menjelang, maka kami berempat pun sepakat untuk menonton sebuah film di bioskop yang ada di lantai 3 dari sebuah mall di bilangan Cinere itu. Apalagi saat itu hanya Aku yang belum pernah sekalipun nonton film di bioskop (maklum anak rumahan dan lebih suka nongkrong di toko buku kalau ke mall). Maka dengan cepat kusetujui ajakan mereka, walau belum jelas film apa yang akan kami tonton nantinya.
Saat itu ada 3 pilihan film, Cintapuccino yang cenderung drama romantis, ada film horor Indonesia, dan satu lagi film action Hollywood. Kami memutuskan voting, berhubung ini pertama kalinya aku ke bioskop maka kuputuskan menunggu jawaban mereka masing-masing. Satu temanku memilih film action, satu orang lainnya memilih horor, dan yang satunya lagi memilih Cintapuccino. Akhirnya ke-enam mata mereka mengarah padaku, sebagai (mau tidak mau) penentu keputusan. Kalau dipikir-pikir nonton horor takut jadi parno, nonton action paling takut kalau ada adegan tembak-tembakan atau berdarah-darah-an. Jadi kupilih menonton film Cintapuccino sebagai film yang akan kami tonton sore itu.
Intinya film itu berkisah tentang seorang cewek yang selama 10 tahun memendam cintanya kepada seorang cowok di masa sekolahnya. Tapi karena si cewek telah bersikap realistis, dia pun bisa membuka hati untuk menjalin cinta, bahkan nyaris menikah dengan pria baik yang sangat mencintainya. Namun, suatu ketika beberapa saat menjelang hari bahagianya, si cowok dari masa sekolah yang telah beberapa tahun pergi tanpa ada kabar dan kontak, malah tiba-tiba datang. Parahnya mengungkapkan kalau dia tertanyata punya rasa yang sama juga ke si cewek selama bertahun-tahun. Dilema sudah pasti, antara senang karena cinta yang dikira hanya sekedar khayalan dan tak berbalas, ternyata berbalas. Tapi juga kesal, kenapa waktunya terlambat, saat si cewek sudah tunangan, dan nyaris nikah? Kenapa enggak dari dulu sih?
Setelah mengalami dilema berkepanjangan, pada akhirnya sang tunangan cewek tersebut pun memilih mengalah demi kebahagiaan si cewek yang belum bisa lepas dari bayangan cinta pertamanya. So sweet di satu sisi, tapi so ngenes juga kalau kata penonton yang memihak pada cowok tunangannya, yang rela ngelepas si cewek begitu aja, meski hari pernikahan udah di depan mata. Setidaknya temanku berpendapat demikian, kasihan sama tunangan si cewek, yang super duper baik hati, walau hatinya pasti bagai tersayat-sayat silet.
Film tersebut juga mengingatkanku pada sekilas kisahku, yang hanya mampu memendam rasa pada seseorang. Saat menonton film itu, waktu yang telah kuhabiskan untuk memendam rasa ini, sekitar 4 atau 5 tahun. Dan kupikirkan, mungkinkah aku juga akan menghabiskan waktu 10 tahun untuk terus menyimpan bayangannya? Kuharap tidak terjadi padaku. Sama sekali tidak adil untuk beberapa pihak jika hal itu terjadi di dunia nyata.
Namun, saat ini nyaris 10 tahun, dan Aku belum benar-benar bisa melupakan, menghilangkan perasaanku padanya. Meski pernah muncul beberapa sosok lain yang nyaris dan mungkin lebih layak pada beberapa hal, untuk sekedar kusukai lebih dari dia. Tapi Aku belum bisa. Padahal sekitar 1 tahun lebih Aku tidak pernah bertatap muka dengannya. Sesekali wajah itu kutemui dalam mimpi. Dan terakhir semalam, meski tidak jelas apa yang diperbincangkan, tapi aku merasa sangat nyata bertemu dengannya. Bahkan semalam rasanya seperti kembali ke masa dulu, dengan beberapa orang teman dengan candaannya seolah mendukung kami yang mereka tahu saling memiliki perasaan satu sama lain.
**********
Meski berat menyadarinya, Aku tahu itu hanya mimpi, yang mungkin tidak akan terjadi sedetik pun di dunia nyata. Dan sungguh jika rasa ini baik untukku, biarkan itu tetap ada. Namun, jika ini akan membuat orang-orang yang menyayangiku kecewa, maka tutup hati ini untuknya, Tuhan. Hanya pada-Mu lah dapat kucurahkan isi hatiku, karena Engkau lah yang Maha Pemberi Rasa. Terima kasih Engkau telah mempertemukanku dengannya. Kutitipkan kembali rasa ini pada-Mu, karena Engkau yang akan memutuskan apakah Aku dapat bertemu lagi atau tidak, dengan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar