Beberapa hari ini kata "Bullying" kembali marak muncul di berbagai media. Pihak komisi perlindungan anak, pihak sekolah, dan tokoh lainnya kerap diundang untuk mendiskusikan masalah tersebut. Terutama menyoroti kasus kekerasan yang dilakukan oleh kakak kelas kepada murid baru di sebuah SMU ternama. Lagi, lagi senioritas menjadi alasannya, dan para pelaku menganggap hal tersebut wajar. Apakah kewajaran dalam benak mereka didapat karena masa lalu mereka sebagai korban bullying juga? Maybe yes, maybe no, entah kapan kita semua terbebas dari satu kata tersebut, "Bullying."
Saya tidak akan membahas secara rinci mengenai bullying, karena bukan seorang pakar dan hanya sebatas seseorang yang peduli akan masalah ini. Namun jika pembaca menginginkan hal detail tentang bullying, dalam penulisan artikel ini Saya mengacu pada http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=528.
Dalam situs tersebut, disebutkan istilah tiga mata rantai penindasan (The Bully, The Bullied, dan The Bystander: 2004). Apa saja ketiga mata rantai yang membuat lancarnya aksi bullying?
- Ada pihak yang menindas. Di lingkungan sekolah, biasanya pihak ini merupakan anak yang merasa mempunyai kekuatan atau kekuasaan lebih di antara siswa lainnya. Senioritas merupakan hal yang sering menjadi alasan kekerasan pada saat MOS (Masa Orientasi Sekolah).
- Ada penonton yang diam atau mendukung, hal ini bisa terjadi karena rasa takut menjadi korban juga, atau merasa satu kelompok dengan pihak yang menindas.
- Ada pihak yang dianggap lemah, atau bahkan dirinya sendiri menganggap ia adalah pihak yang lemah. Pihak ini biasanya takut melaporkan pada guru/orang tua, takut melawan, dan yang lebih parah memberikan permakluman pada tindakan bullying yang mereka terima.
Namun sebenarnya masalah ini bagaikan fenomena gunung es, yang terpublikasi bukanlah jumlah kasus sebenarnya. Kasus yang terpublikasi, biasanya korban memiliki keberanian untuk mengungkapkan penganiayaan yang mereka alami, terlebih jika korban berjumlah lebih dari satu. Mereka akan lebih mudah melaporkan pada guru dan orang tua. Terlebih jika kasus bullying yang terjadi sudah sampai pada level penganiayaan fisik yang lebih mudah terdeteksi daripada bullying yang melukai kondisi psikis.
Berikut ini beberapa ciri dari individu yang berisiko menjadi pelaku dan korban bullying (The Bully, The Bullied, dan The Bystander: 2004).
Ciri Pelaku Bullying | Ciri Korban Bullying |
· Suka mendominasi anak lain. · Suka memanfaatkan anak lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan. · Sulit melihat situasi dari titik pandang anak lain. · Hanya peduli pada keinginan dan kesenangannya sendiri, dan tak mau peduli dengan perasaan anak lain. · Cenderung melukai anak lain ketika orangtua atau orang dewasa lainnya tidak ada di sekitar mereka. · Memandang saudara-saudara atau rekan-rekan yang lebih lemah sebagai sasaran. · Tidak mau bertanggung jawab atas tindakannya. · Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan atau masa bodoh terhadap akibat dari perbuatannya. · Haus perhatian | · Anak baru di lingkungan itu. · Anak termuda atau paling kecil di sekolah. · Anak yang pernah mengalami trauma sehingga sering menghindar karena rasa takut. · Anak penurut karena cemas, kurang percaya diri, atau anak yang melakukan sesuatu karena takut dibenci atau ingin menyenangkan. · Anak yang perilakunya dianggap mengganggu orang lain. · Anak yang tidak mau berkelahi atau suka mengalah · Anak yang pemalu, menyembunyikan perasaannya, pendiam atau tidak mau menarik perhatian orang lain. · Anak yang paling miskin atau paling kaya. · Anak yang ras atau etnisnya dipandang rendah. · Anak yang orientasi gender atau seksualnya dipandang rendah. · Anak yang agamanya dipandang rendah. · Anak yang cerdas, berbakat, memiliki kelebihan atau beda dari yang lain. · Anak yang merdeka atau liberal, tidak memedulikan status sosial, dan tidak berkompromi dengan norma-norma. · Anak yang siap mendemontrasikan emosinya setiap waktu. · Anak yang gemuk atau kurus, pendek atau jangkung. · Anak yang memakai kawat gigi atau kacamata. · Anak yang berjerawat atau memiliki masalah kondisi kulit lainnya. · Anak yang memiliki kecacatan fisik atau keterbelakangan mental · Anak yang berada di tempat yang keliru pada saat yang salah (bernasib buruk). |
Hanya satu harapan Saya, semoga Si "Bullying" bisa hilang dari dunia perkembangan anak-anak dan remaja. Terutama terkait masa depan mereka yang mungkin bisa terhambat jika ada ganjalan berupa trauma gara-gara bullying.
Tulisan ini hanya sekedar tumpahan ide yang muncul di pikiran, terutama setelah membaca berita dan referensi tertentu tentang bullying. Jika ada kesalahan atau mungkin kebanyakan salahnya terutama salah pemahaman, itu wajar karena Saya masih belajar. Tolong dikasih tahu apa yang salah, next time akan berusaha memperbaikinya. Terima kasih, happy reading all :).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar