Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Selasa, 09 Oktober 2012

Batik, Kini Bukan Sekedar untuk Kondangan dan Orang Tua Style.

 Salam sejahtera untuk semua... Mumpung masih bulan Oktober dan kebetulan dikasih tema untuk memposting tentang "Hari Batik Nasional", maka mari kita sedikit berbincang tentang batik (Asli Indonesia loh). Selamat Hari Batik Nasional, meski baru tiga tahun ditetapkan mudah-mudahan tetap akan selalu diingat oleh anak bangsa selamanya sebagai salah satu warisan budaya kita. Jangan hanya heboh digembor-gemborkan atau beramai-ramai berbatik ria di Bulan Oktober, tapi selamanya kita harus bangga pada batik.

Masih teringat dalam benakku (deuh,, bahasanya lebay nian) beberapa tahun lalu saat sebelum batik heboh diklaim sebagai budaya milik negara tetangga. Saat di mana batik masih identik dengan orang tua, bapak-bapak, ibu-ibu, dan hanya dipakai saat acara formal atau hajatan alias kondang bo'. Waktu itu masih sangat sulit menemukan manusia Indonesia, terutama di perkotaan yang dengan bangga berbatik ria. Kecuali anak sekolah, guru atau pegawai negeri yang biasanya diwajibkan dalam seminggu ada hari khusus untuk memakai pakaian batik.

Saya yang memiliki Mama yang berteman dengan para pengusaha kain/baju batik pun sesekali dibelikan baju atau rok bermotif batik. Lagi-lagi di saat batik belum menjadi tren fashion untuk segala usia seperti sekarang. Waktu itu dengan cueknya PeDe berbatik ke kampus (emang aslinya cuek bebek sama penampilan, dandan aja males apalagi masalah baju *_*). Walaupun tidak semua orang berani secara langsung mengkritisi gaya pakaian Saya, tetapi dari tatapan atau bahkan ledekan yang maksudnya bercanda pun Saya tahu bahwa saat itu ada mahasiswi kurang gaul nan bergaya lain daripada yang lain. Salah satu candaan mereka adalah "Mau kondangan ya bu?" Padahal atasan batik yang saat itu kukenakan, masih dipadukan sama bawahan rok jeans, untuk menimbulkan kesan sedikit santai ala anak muda. Apalagi kalau pake rok kain batik juga, bisa-bisa dibilang mau jadi penerima tamu di acara nikahan. 

Dengan senyum yang lebar dan tawa yang jauh lebih pelan dari ketawanya mbak Kuntilanak, kujawab ringan "Hehe, iya nih abis kuliah mau langsung ke Wisma Sy*hida." Sambil menunjuk suatu gedung di komplek kampus yang biasa disewakan untuk masyarakat umum. Dan kebetulan hari itu Sabtu pagi, jadi beneran ada yang pasang janur kuning di depan gerbang kampus. Dalam hati sih ada sekelebat pikiran, lihat aja nanti kalo batik udah jadi tren, kalian juga jadi salah satu orang yang bakal petantang-petenteng gaya berbatik meski cuma hangout di kantin (nyumpahin nih ceritanya? peace ya).

Setelah hari itu pun Saya memang tidak kecil hati untuk sesekali berbatik ke kampus. Tidak lama kemudian hebohlah berita yang menyebar dengan begitu cepat ke se-antero dunia. Berita kalau negara tetangga telah meng-klaim batik sebagai budaya negara mereka. Seketika muncul berbagai reaksi masyarakat Indonesia yang mayoritas tidak suka dan cenderung marah. Wajar sih, budaya yang jelas-jelas udah dari zaman baheula berasal dari Indonesia, tiba-tiba diakuin negara lain. Tapi seharusnya saat itu kita enggak cuma marah karena negara jiran itu ngaku-ngaku batik punya mereka, tapi lebih kepada penyadaran diri. Sudahkah kita sebagai anak bangsa benar-benar bangga dan melestarikan budaya negeri sendiri? Apa saat itu mungkin kita masih merasa risih dengan budaya sendiri, dan berbangga-bangga mengikuti tren luar negeri? Makanya kecolongan deh, negara gedung kembar itu mengakui batik sebagai punya mereka.

Sejak itu mulai menjadi tren memakai pakaian atau aksesoris bermotif batik. Para perancang busana asal Indonesia beramai-ramai mengenalkan batik sebagai fashion yang tetap bisa tampil lebih muda, moderen, dan cocok untuk segala usia. Bahkan tidak sedikit yang menyelenggarakan pameran baik di dalam maupun di luar negeri. Media massa mulai memberitakan batik yang semakin go international. Bahkan kalau diingat-ingat saat ada pertangdingan sepakbola antar timnas Indonesia dan timnas negara jiran tersebut, sempat ada anjuran yang tidak jelas dari siapa, untuk menonton pertandingan dengan berbatik ria. Bahkan di kantor atau kampus yang sebelumnya tidak diwajibkan berpakaian batik, jadi ada kesepakatan tidak tertulis yang menetapkan satu hari khusus berbatik ramai-ramai (Kebanyakan dipilih hari Jum'at).

Ya sudah, yang lalu biar berlalu. Saya juga belum benar-benar jadi anak bangsa yang sempurna memahami dan melestarikan budaya bangsa kita. Tapi setidaknya kita harus mencoba untuk tetap menyuburkan rasa bangga akan budaya sendiri. Maka ada sisi positif dari pengakuan negara jiran bahwa batik itu berasal dari negara mereka, yaitu pada akhirnya UNESCO menetapkan bahwa batik sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia ^_^. Dan pemerintah pun akhirnya menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.

Dan sekarang, sudah tidak ada lagi yang bilang pakai batik itu kuno, cuma untuk orang tua, cuma buat pergi kondangan, dan tidak bisa terlihat moderen. Sekarang semua rakyat Indonesia bangga saat memakai batik. Batik bisa diaplikasikan di pakaian formal, pakaian santai, pakaian tidur, sepatu, tas, dan bahkan para penggila gadget pun bisa bergaya dengan batik di aksesoris gadget-nya. O iya, satu lagi seorang musisi Indonesia juga ada yang punya mobil dengan motif batik :).

Selamat Hari Batik Nasional, semoga kami anak bangsa bisa terus melestarikan kebudayaan Indonesia meski era globalisasi telah menggempur dengan kekuatan dahsayatnya. Semoga budaya dan kesenian lain khas Indonesia juga semakin berkembang dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Aamiin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar