Bebas. Apa yang ada di benak pembaca saat tercetus sebuah kata tersebut? Mungkin yang paling banyak pertama kali terpikir adalah tentang sebuah kemerdekaan diri dalam bertindak, berpendapat, berbicara, dan menulis tentunya bagi para blogger. Namun, tidak ada yang benar-benar 100% bebas jika kita masih mau hidup harmonis dengan seluruh makhluk alam. Masih ada batas-batas tertentu, terutama di negara Indonesia yang penduduknya masih menjunjung tinggi masalah norma kehidupan (semoga masih banyak).
Berapa banyak jumlah film dan hasil karya berupa tulisan yang diprotes karena terdapat unsur-unsur yang dianggap melanggar norma, melecehkan agama atau budaya, memojokkan pihak tertentu? Berapa banyak juga orang-orang yang dianggap aneh, nyeleneh, atau bahkan yang kasarnya disebut sinting karena memiliki pendapat atau prinsip berbeda dari orang kebanyakan? Berapa banyak juga yang sesama keluarga, kerabat, saudara, teman, bisa dalam sekejap menjadi musuh karena merasa berbeda dan tidak dapat mentolerir adanya sebuah kebebasan, yang dianggap masing-masing pihak "Kamu salah, dan Aku benar."
Sebagai makhluk Tuhan yang dinamakan manusia, maka suatu kebebasan tidak akan jauh-jauh pembahasannya dari HAM, alias Hak Asasi Manusia. Suatu hal yang dapat memicu protes besar-besaran ketika seorang tokoh yang memperjuangkan HAM, secara tiba-tiba "dibunuh" oleh pihak yang mungkin merasa terancam dan bersalah akibat pernah mendzalimi orang lain, dengan melanggar HAM milik korbannya. Seseorang atau sekelompok orang baik dari komunitas agama, suku, atau pun profesi tertentu juga bisa meradang emosinya, ketika ada yang mencoba mengusik mereka dengan pelecehan terhadap norma atau prinsip yang mereka junjung tinggi.
Namun, terkadang tidak semua bisa menyikapi kemarahan dan ketidakterimaan akan hak dan kebebasannya yang dirasa dibatasi atau dilecehkan pihak lain, dengan cara yang baik nan damai. Beberapa di antaranya (seperti yang dikabarkan media massa) bahkan mengekspresikannya dengan melanggar hak milik orang lain juga. Contohnya, ketika ingin menyampaikan protes dengan berdemonstrasi, apakah harus sampai menimbulkan kerusuhan, merusak fasilitas umum yang dibangun dengan uang rakyat, atau bahkan melukai orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah terkait apa yang mereka permasalahkan? Terlebih bertambah sedih melihatnya ketika sekelompok warga antar kampung tawuran, dan akhirnya membakar "komplek" rumah gubuk. Hampir semua orang berpendapat bahwa yang tinggal di rumah (yang mungkin tanpa dibakar pun dapat roboh dalam waktu singkat), adalah mereka yang belum tentu 3 kali sehari bisa makan meski hanya nasi dan lauk tempe tahu. Tapi masih pula dihancurkan dalam sesaat dengan kobaran api yang sengaja dimunculkan.
Apa atau siapa yang salah, bukanlah hal terpenting. Tapi masing-masing dari diri kita harus selalu memikirkan dan berusaha menghargai bahwa ada hak diri ini untuk memperoleh kebebasan, dan memang itu salah satu perwujudan HAM. Tapi kita harus ingat, ada hak milik orang lain yang juga mesti kita hormati. Tidak enak bukan rasanya saat hak kita dirampas atau diganggu orang lain? Dan jika hal tersebut terlanjur terjadi, merasa didzalimi, maka suarakan dan ekspresikan dengan cara yang baik, yang tidak menunjukkan bahwa diri kita "sebelas dua belas" dengan mereka yang mendzalimi kita. Jadi saling toleransi lah ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar