Hari gini ga narsis? Mungkin akan ada yang menyatakan demikian jika sedikit disinggung mengenai kebiasaannya mengabadikan dirinya dalam sebuah foto (apalagi yang memotret dirinya sendiri alias foto selca/self camera). Memang sih sekali dua kali Saya juga pernah melakukannya, khususnya saat masih aktif di jejaring sosial. Tetapi setelah menyadari bahwa itu hanya dilakukan karena ikut-ikutan dan merasa tidak nyaman, maka sekarang tidak pernah melakukannya lagi. Mungkin suatu saat jika ada keperluan yang mengharuskan untuk foto gambar diri terbaru, baru akan Saya lakukan.
Baik foto selca atau memang difoto oleh orang lain, membuat Saya tidak nyaman. Tidak tahu sejak kapan, tetapi seolah refleks saja ketika ada kegiatan atau acara kumpul-kumpul seolah ikut berfoto bersama hanya jika benar-benar ditawari atau dipaksa. Sedangkan orang lain sangat sadar akan adanya kamera di sekitar mereka. Tidak jarang yang selalu dengan sigap menyusup di suatu barisan atau kelompok meski tanpa diberitahu/diajak, saat melihat ada seseorang yang bersiap mengambil gambar mereka. Tidak ada yang salah memang, toh memang pada dasarnya, setiap orang berhak mengabadikan setiap moment berharga dalam kehidupannya.Sebenarnya ada satu alasan yang entah memalukan atau wajar jika aku mengalaminya. Ya, sepertinya mataku tidak tahan terhadap blitz.Selalu ada bayangan aneh yang mengikuti pandanganku ke segala penjuru mata angin (lebay). Baru beberapa menit kemudian bayangan itu menghilang. Tapi sebenarnya alasan itu sudah tidak bisa digunakan lagi, soalnya nyaris tidak ada lagi orang yang menggunakan lampu blitz, kecuali memotret di tempat gelap. Kalau begitu selain tempat dan waktu yang mengharuskan berfoto tanpa blitz, harusnya bukan masalah kan?Lantas apa sih penyebabnya?
Mungkin bukan suatu kelainan khusus, tetapi mungkin ada yang berpikir bahwa Saya pribadi yang tidak menyenangkan jika terus menerus membiarkan sikap ini. Padahal bukan maksud memisahkan diri atau tidak ramah karena selalu memisahkan diri saat yang lain sibuk berfoto ria, hanya saja mungkin tingkat kenarsisan dan level ke-banci-kamera-an-ku sudah habis di masa kecil. Maksudnya?
Mungkin Anda yang sudah memiliki anak akan memahami hal ini, dimana orang tua selalu amat sangat antusias mengabadikan setiap perubahan atau aktivitas anak Anda. Khususnya jika mereka anak pertama atau masih berada di usia bayi sampai balita, alias masih 24 jam selalu ada di samping Anda. Apalagi zaman sekarang yang sangat memudahkan kita karena bisa mengambil foto dengan berbagai macam gadget. Bahkan tidak perlu menunggu dicetak untuk bisa melihatnya, seketika bisa dilihat hasilnya, kemudian diperlihatkan kepada keluarga yang ada di lain benua pun hanya perlu beberapa detik.
Begitu pula zaman dulu, ketika Saya masih kecil dan belum memiliki adik. Kebetulan Bapak memiliki sebuah kamera (dulu belum ada kamera digital), yang memang diperlukan juga untuk menunjang usaha yang baru dirintis bersama Ibu. Dengan demikian, selain dipergunakan untuk usaha, dipakai juga untuk selalu mengabadikan moment-moment penting di keluara. Termasuk mengambil gambarku dan adik-adik. Tetapi sewaktu Saya masih berstatus anak tunggal sementara, maka subjek utama yang merupakan anak mereka ya Saya ini. Maka tidak heran foto masa bayi sampai saat TK Saya lebih banyak dibandingkan adik-adik.
Nah, ternyata Saya baru sadar ekspresi wajah saat difoto beberapa tahun terakhir ini sungguh mencerminkan wajah orang yang tidak begitu nyaman difoto. Bahkan beberapa sangat menunjukkan ketidaksukaan akan aktivitas yang sebenarnya menyenangkan buat sebagian besar orang. Tetapi ketika melihat foto sejak bayi sampai menjelang usia TK, sangat berbeda jauh. Bukan narsis, hanya saja terlihat natural senyumnya atau seringkali bergaya aneh-aneh dengan mimik wajah sangat gembira. Sangat menikmati menjadi sebuah model album kenangan milik keluarga.
Saya akui memang masih sedikit ingat dulu begitu senang saat Bapak sudah mengeluarkan kameranya. Jika ada sisa film (zaman dulu kan masih pake roll film di kameranya), maka semangat sekali meminta beliau memotret Saya dengan beragam gaya. Malah ada dua foto lama yang Saya lihat, saat itu sangat tidak jelas. Dengan gaya yang sama (mengankat kedua tangan di depan muka/muka tertutupi tangan) tetapi minta difoto dari jarak sangat jauh, dan agak jauh. Pasti gambarnya buram kan? Apa coba nilai kenangan dan keindahannya? Tapi begitulah Saya dulu, kalau diingat-ingat malu hanya bisa tersenyum kecut dalam hati. Betapa banci kameranya diri ini di masa lalu. Padahal zaman dulu kan belum ngetren bernarsis ria di foto, apalagi dipamerkan ke orang-orang. Mungkin dulu hanya senang saja saat melihat Bapak menjeprat-jepretkan sebuah tombol di kotak berwarna hitam bermata satu.
Tapi itu hanya sebuah kisah lalu. Saat ini dalam hal yang sama Saya merasa menjadi pribadi yang 180 derajat berbeda. Entah mungkin karena segala energi kenarsisannya sudah habis di masa kecil, atau memang Saya saja yang kemudian tumbuh besar menjadi pribadi minder nan tidak percaya diri? Setidaknya melalui menulis Saya juga berusaha menghilangkan keminderan dan tidak PD dalam diri ini. Meski sulit, tapi yakin suatu saat kedua hal negatif itu akan hilang, dan semoga tidak membuat hati menjadi tinggi. Kalau pun tidak bisa mencapai 100% musnahnya ketidakpercayadirian ini, setidaknya akan kucoba melakukan hal terbaik semampuku. Have a nice dream!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar