Kali ini Saya akan memposting artikel singkat, yang merupakan artikel yang pertama kali kutulis. Belum pernah dipublikasikan, dan sekedar tersimpan di salah satu buku tulis usang yang berperan sebagai catatan harian tahun 2003. Masih ingat posting sebelumnya ketika Saya dilanda emosi karena tidak mendapat izin pulang dari pengasuhan di sini? Nah, ada seekor kucing yang menginspirasi Saya untuk menulis sebuah artikel. Sekali lagi, untuk pertama kalinya menulis semacam artikel. Memang tahun 2005 adalah tahun ketika diri ini mulai bertekad tidak hanya sekedar menulis curhatan sehari-hari di buku harian, tetapi juga belajar menulis berbagai macam karya fiksi atau non fiksi. Setelah berhasil menulis 2 buah cerpen abal-abal sebelumnya, maka artikel inilah yang menjadi awal ketertarikanku pada genre non fiksi.
Saat ini akan Saya ketik artikel tersebut, meski agak sedikit pusing membacanya. Hal ini dikarenakan saat menulis suasana hati sedang tidak baik, dan memang pada dasarnya Saya bukanlah orang yang konsisten dalam menulis dengan tangan. Sepatah dua patah kata rapi, selanjutnya miring, belok, melenceng, dan banyak coretan. Memang tidak berjudul, karena waktu itu hanya menulis apa yang ada di pikiran, dan judulnya belum sempat terpikir. Masih ada keterangannya pula di bagian atas tulisannya seperti ini (maaf masih masa labil ya beginilah kenyataanya), "Sore hari saat hujan turun dengan deras. Kutulis saat hatiku sebel cause enggak boleh pulang."
Rain City, 17 Maret 2005.
Jika kita mau merenung, bahwa Allah swt mengingatkan manusia lewat perilaku binatang. Suatu ketika Saya memperhatikan seekor kucing. Apa sih yang istimewa? Keistimewaannya adalah seekor kucing saja mempunyai tekad dan usaha yang besar dalam mencukupi kebutuhannya.
Sore itu hujan turun dengan derasnya. Udara dingin menusuk deretan rapi tulang rusuk kucing yang lapar dan kedinginan, menyusuri koridor gedung Al-Azhar. Sang Kucing pun menuju tempat sampah di depan kamar Saya. Dia melongokkan kepalanya mencari tulang belulang sisa makanan manusia. Akhirnya sebuah tulang ayam pun dia dapatkan.
Lalu dia naik ke teras dan memakannya dengan lahap. Berkali-kali dia mencari makanan di tempat sampah lagi. Sampai dia yakin benar-benar tidak ada lagi yang bisa dimakannya. Kemudian dia pergi berjalan mencari tempat yang lebih hangat. Sempat Saya lihat kucing itu menggigil saat sedang berada di atas tempat sampah yang terkena tetesan air hujan. Tapi dia tepis rasa dingin itu dengan harapan mendapat seonggok makanan.
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah: Bahwa untuk mencapai tujuan, kita harus rela berkorban, punya tekad dan usaha yang gigih. Seringkali baru satu kali gagal kita sudah menyerah, putus asa, bahkan menyalahkan diri sendiri. Umpatan-umpatan "Saya tidak bisa", adalah sesuatu hal yang menghambat cita-cita.
Nabi Muhammad saw berkali-kali dicaci maki, bahkan dilempar kotoran dan batu. Tapi beliau tidak menyerah, walaupun hanya mengeluh. Masih banyak orang-orang sukses dengan melakukan usaha yang sangat gigih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar