Kali ini akan membahas tentang jahit menjahit kulit manusia (lagi). Kenapa harus ada kata "lagi"? Karena proses dijahit ini adalah kali kedua dalam hidupku, setelah untuk pertama kalinya kulit di bagian dahiku dijahit akibat insiden dancing with sleepy eyes (ga banget ya). Dan kejadian itu kualami saat masih Balita, untuk sekedar meyakinkan bahwa ini bukan hoax, silahkan klik di sini.
Selang belasan tahun kemudian (kelas 1 Aliyah/SMU), lagi-lagi berurusan dengan benang dan jarum jahit khusus milik seorang dokter spesialis kulit. Kejadian bermula dari sebuah anting yang selalu terpasang di telinga kananku. Suatu saat muncul rasa tidak nyaman di bagian cuping telingaku, sedikit gatal dan sakit. Lama kelamaan menjadi radang dan mungkin disebut infeksi. Parahnya hal ini kubiarkan saja, tanpa sedikit pun memberitahukan orang lain, termasuk memberitahu Mama (takut dimarahi juga sih). Tidak ingat berapa lama menahan rasa sakit sendirian, dan untungnya (masih bisa bilang untung, ck..ck..ck..) luka infeksinya bisa mengering sendiri tanpa kuobati. Mungkin karena masih berada dalam masa pertumbuhan dan belum (jangan sampai) punya diabetes jadi infeksinya tidak menyebar dan bisa sembuh dengan sendirinya.
Tapi masalah belum selesai. Ternyata cuping telinga kananku yang sudah berganti kulit baru itu, menjadi terbelah. Cius? (waduh kok jadi alay gini ya). Iya, ternyata infeksi itu mungkin terjadi karena antingnya menjepit kulit di luar lokasi tindikan, dalam jangka waktu cukup lama. Dan infeksi yang kukira tidak menyebar itu, ternyata menyebar hingga bagian bawah cuping (pantesan aja dikira ga nyebar, kan udah mentok), sehingga membuat cuping terbelah. Baru terlihat saat luka sudah sembuh sepenuhnya. Kebetulan saat lukanya sembuh, bertepatan dengan waktu libur Ramadhan. Jadi tidak mungkin lagi disembunyikan dari Mama (sebelumnya kalau dijenguk di pesantren memang di luar kamar, jadi telinga tertutup oleh kerudung).
Shock, kaget, dan super duper heran sama anaknya yang bisa banget menyimpan rasa sakit tanpa cerita sama siapa pun. Maka dengan segera Mama membawaku ke seorang dokter spesialis kulit untuk mengkonsultasikan masalah ini. Sudah pasti dokter memutuskan bahwa beberapa hari ke depan cuping telingaku harus dijahit. Dokternya saja keheranan melihat kondisi cupingku yang sampai terbelah begitu, tapi waktu luka dan infeksi malah dibiarkan saja.
Hari operasi jahit cuping.
Karena saat itu masih bulan puasa, jadi jadwal operasi dilakukan setelah waktu magrib (sekitar pukul setengah tujuh malam). Maka kami (Mama, Ayah, Aku, dan adik) memutuskan untuk berangkat ke rumah sakit sebelum waktu berbuka puasa, supaya tidak terlambat. Aroma khas rumah sakit sudah membuatku tegang, dan sepertinya semua ikut tegang hanya mampu terdiam tanpa kata (mungkin berdoa supaya saat dijahit, Aku enggak teriak meraung-raung *_*). Ternyata Bu dokternya ngaret, dan waktu pelaksaan operasi penjahitan ini mundur nyaris satu jam.
Mama ikut masuk ke ruang dokter, untuk menemaniku karena ternyata acara menjahit cuping ini hanya menggunakan bius lokal. Jadi selama dijahit nanti mataku tetap terbuka, dan keteganganku dipastikan semakin meningkat. Dokter bertanya lagi pada Mama apakah yakin mau melihat pelaksanaan operasi ini (secara tidak langsung menyarankan untuk menunggu di luar saja, nanti akan tahu alasannya). Dan ibu memang orang terhebat sedunia di hidup kita, demi anak apa pun akan dilakukan walau harus mengesampingkan rasa takutnya. Mama akhirnya duduk di kursi tempat konsultasi pasien dengan dokter. Di hadapan beliau pula Aku berbaring miring ke kiri dengan bagian kepala ditutup kain hijau yang biasa digunakan untuk operasi. Bismillah.
Meski ditutup kain, tapi aku masih bisa melirik ke arah telinga saat jarum ditusukkan ke kulit (beserta daging) cuping yang terbelah. Dokter terus menggerakkan tangannya sambil mengajakku ngobrol untuk mengalihkan perhatianku. Tapi tetap saja Aku sadar bahwa ada jarum dan benang yang keluar masuk di telingaku. Tidak terasa sakit memang, tapi Aku masih bisa melihat jarumnya serta darah di sarung tangan Bu dokter. Sesaat lagi Aku akan segera merasa bersalah pada Mama.
Mungkin karena pemandangan mengerikan, ditambah hanya berbuka puasa dengan makanan ringan setelah seharian puasa, membuat kondisi Mama drop. Ditambah lagi merasakan ketegangan dan ketakutanku (Ge-eR ya diriku), tapi mungkin lebih tidak tega meninggalkanku sendiri di ruang dokter. Kaget saat suster berteriak bahwa mama tiba-tiba jatuh lemas nyaris pingsan di kursi. Maka Setelah memanggil Ayah dan adikku, Mama pun dibawa keluar ruangan. Deg! Rasanya bersalah sekali tidak mampu merawat kesehatanku sendiri sampai Mama harus pingsan karenaku, tapi apa daya Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa saat itu.
Dokter pun mengatakan padaku, mungkin Mamanya enggak kuat melihat darah. Makanya tadi Bu dokter sempat menegaskan apakah yakin mau ada di dalam ruangan. Kukatakan saja memang tadi buka puasa juga belum sempat makan nasi (padahal tadi Mama dan Aku memang enggak makan nasi dulu karena khawatir dokternya nungguin kita, malah dokternya yang telat -_-). Sekarang perhatian utamaku bukan pada jari dokter yang sibuk memperbaiki cuping telingaku, tapi dengan keadaan Mama di luar. Rasa takut dan bersalah itu semakin menjadi. Maaf Ma ;(.
Tidak ingat pasti berapa jahitan (antara 2 - 4) yang kudapat di cuping telinga kananku. Yang jelas setelah selesai operasi, kudapatkan kenang-kenangan benang warna hitam yang kata dokter lama kelamaan akan menyatu dengan kulit (baru tahu ada benang semacam itu). Waktu di rumah baru merasakan sedikit nyeri dan perih di bagian yang dijahit, untungnya masih diberi obat penahan rasa sakit. Di rambut pun ada noda darah yang mengering, sesaat membuatku merinding. Jadi ingat Mama, yang jelas-jelas mencoba bertahan menyaksikan proses penjahitan telinga manusia, melihat darah sekaligus melihat anaknya di tempat tidur pesakitan :(.
Setelah luka benar-benar kering, dan benang jahit sudah menyatu dengan kulit (lupa berapa lama waktu pemulihannya) maka terjadilah satu tahapan yang membuatku kembali merasa tegang. Ditindik. Dulu jelas tidak ingat rasanya ditindik karena masih bayi. Dan ini untuk pertama kalinya merasakan cuping telinga akan di"tembak" dengan alat khusus supaya menghasilkan lubang berukuran mini. Rasa sakitnya memang cuma sebentar, tapi kejadian ini berhasil membuatku bertekad tidak ingin mengulangnya lagi. Dengan cara memaksakan diri tetap memakai anting (walau tidak nyaman) untuk mencegah lubang tindikan ini mampet.
Satu lagi, sebaiknya kita rutin membersihkan anting dengan cara merendamnya di larutan air+deterjen (hasil pengamatan dari kebiasaan Mama). Terutama saat mulai muncul rasa tidak nyaman di telinga. Selain membersihkan dan merawat anting, juga memberikan waktu "bernapas" si kulit di sekitar tindikan yang lama tertutup anting.
Kuingat bahwa dulu kejadian infeksi itu karena masih belum berani melepas anting sendiri (kebiasaan selalu dipasangin Mama). Kalau sekarang sudah bisa lepas pasang sendiri, jadi tidak akan terulang lagi kejadian cuping telinga terbelah karena infeksi. Sekarang cuping telingaku sudah normal kembali. Dan kini jumlah bekas jahitan pada tubuhku ada di dua lokasi, dahi dan cuping telinga kanan. Semoga tidak ada lagi bagian tubuh yang harus dijahit oleh dokter. Semoga.
Maaf sebelumnya. Kejadian yg kakak alami sama seperti saya. Dulu waktu saya kecil telinga saya sering infeksi dan akhirnya anting saya lepas dengan sendirinya dan saya kaget akhirnya cuping telinga saya terbelah menjadi dua. Saya sangat tidak percaya diri dengan keadaan saya seperti ini hingga sekarang saya sudah berusia 22 tahun. Saya ingin operasi seperti diceritakan kakak. Tapi saya dari keluarga yg kurang mampu. Dan alhamdulillah saya punya tabungan sedikit untuk niat saya operasi. Kakak habis berapa untuk operasi cuping telinga terbelah? Semoga kakak berkenan menjawab pertanyaan saya��
BalasHapusBaik, sebelumnya terima kasih sudah mampir ke sini ya. Maaf baru cek blog lagi.
HapusTidak operasi kok sesungguhnya. Hanya istilahnya semacam dijahit kembali buat direkatkan cuping telinganya. Hanya bius lokal dan kita dalam keadaan sadar kok.
Kalau biaya saya tidak tahu karena dulu semua diurus ortu. Dan sudah lama sekali ya jadi tetap ada perbedaan dulu dan biaya hari ini. Bisa dicari tahu informasi nya ke rumah sakit terdekat.
Berapa biaya untuk operasi cuping telinga kak��
BalasHapusKalau biaya dulu saya tidak tahu menahu kak. Kejadian pas masih sekolah setingkat SMA jadi semua diurus ortu biayanya. Coba bisa ditanyakan jika berkunjung ke rumah sakit terdekat.
HapusOiya bukan operasi yang besar kok. Kita hanya dibius lokal di bagian telinga dan dalam kondisi sadar. Semoga biayanya tidak terlalu mahal.
Terima kasih sudah mampir ke blog saya. Mohon maaf baru balas karena baru cek blog lagi.
Kak boleh saya minta WA nya? Saya ingin sharing dengan kakak sebelum saya memutuskan untuk ke RS
BalasHapusSiapp, nanti japrian ya...
Hapus