Perubahan selalu menuntut kita untuk beradaptasi, dan mulai membiasakan diri dengan segala hal baru. Begitu juga ketika seorang anak yang baru lulus dari sekolah dasar, tiba-tiba harus sekolah di lingkungan baru bernama pondok pesantren. Biasanya tinggal di rumah, ada yang nyiapin makanan enak, pakaian bersih tinggal ambil di lemari, pakaian kotor tinggal lempar ke ember atau mesin cuci, bahkan mungkin beberapa orang di antaranya masih tidur ditemani orang tua atau pengasuhnya. Kehidupan pun berubah nyaris 180 derajat, beberapa di antaranya mungkin juga sudah terbiasa dengan kedisiplinan ketat di rumahnya, tapi yakin tidak ada yang seketat di pesantren. Di rumah paling pagi bangun pukul lima, sedangkan di pesantren pukul 4 pagi sudah dikagetkan dengan suara lonceng yang ukurannya melebihi besar kepala orang dewasa.
Seperti juga diriku ketika pertama kali baru masuk pesantren. Masalah antri kamar mandi bisa jadi momok yang menakutkan untuk anak baru. Karena konon katanya kalau tidak cepat-cepat mendapat kamar mandi, bisa-bisa tidak sempat mandi karena keburu bel masuk sekolah, yang pasti hukuman menanti mereka yang telat berangkat ke kelas. Maka sebagian besar anak baru, punya suatu tekad untuk mandi ketika orang lain masih berusaha dengan susah payah membuka mata setelah lelapnya tidur. Ketika lonceng berbunyi pukul empat pagi, maka saat itulah siapapun bebas menggunakan kamar mandi mana pun, dan selama apa pun asal tidak telat saat lonceng berbunyi untuk memerintahkan segera ke masjid. Bayangkan saja jam segitu dijamin tidak akan ada yang kuat mandi lebih dari 15 menit saking dinginnya air dan rendahnya temperatur udara menjelang subuh.
Aku sendiri sebenarnya tidak terbiasa bangun sebelum pukul setengah enam. Tapi faktor tempat baru membuat tidurku tidak nyenyak. Memang sudah kebiasaan sejak kecil, meski menginap di rumah teman atau saudara, yang rumahnya lebih bagus dari rumah sendiri pun, tidak akan bisa tidur nyenyak karena merasa bukan tempat sendiri. Apalagi tidur di tempat baru, yang pada awalnya sangat terpaksa kutinggali untuk beberapa tahun ke depan ini. Sepanjang malam hanya bisa diam-diam menangis karena kangen rumah dan orang tua juga adik (kisah klasik cengengnya anak baru). Maka dengan sigap ketika subuh pertama di pesantren, pukul empat pagi sudah bersiap membawa gayung berisi alat mandi dan handuk disampirkan ke pundak.
Waktu itu masih segan membangunkan teman lain untuk menemani ke kamar mandi, jadi kuberanikan diri keluar kamar sendirian. Senangnya ketika melihat seorang kawan dari kamar sebelah juga terlihat membawa alat mandi dan handuk. Lumayan, ada kenalan baru sekaligus teman berjalan menuju kamar mandi yang letaknya berada di belakang asrama ini. Kami saling melempar senyum (namanya juga belum saling mengetahui nama), sampai dia mengeluarkan perkataan yang membuatku sedikit bingung.
"Itu, kok enggak dipake..." dengan agak sungkan ragu-ragu berkata sambil menunjuk ke arah kepalaku.
Aku terdiam dan kebingungan (terutama karena baru bangun tidur), dan cuma bisa bertanya "Apanya?"
"Kerudung, kamu enggak pake kerudung?"
"Eh, iya lupa banget. Makasih ya udah ngingetin."
Kuucapkan terima kasih dan segera masuk ke kamar untuk memakai kerudung yang biasa disebut bergo. Sampai saat keluar kamar lagi, dia masih mau menungguku untuk berjalan bersama menembus kegelapan menuju kamar mandi. Untung ada yang mengingatkan, dan suasana asrama masih sangat sepi, jadi semoga saja tidak ada yang melihat. Seketika rasa ngantukku pun menghilang. Dan perkenalan kami sebagai teman tetangga kamar, dimulai dari ulah yang kuperbuat di pagi-pagi buta. Syukurlah kejadian itu hanya kualami sekali dalam rentang hampir enam tahun tinggal di sana. Buat yang baru masuk pesantren, ingatlah untuk selalu menggunakan kerudung ketika berada di luar kamar tidur/kamar mandi! Kecuali kamu santriwan alias laki-laki ^_*.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar