Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Jumat, 21 Desember 2012

DUKUNGAN UNTUK ODHA (Pernah Dikirim Untuk Sebuah Lomba Tahun 2009)

 Jangan ditanya menang atau tidak, kalau menang tentu tidak akan Saya posting sekarang. Namun karena temanya masih lumayan hangat untuk dibahas di Bulan Desember, maka penulis hanya ingin berbagi dengan siapa pun yang mau dibagi informasi ini. Penulis juga menggunakan beberapa sumber referensi (tercantum di dalam paragrafnya), jadi ini hanya rangkuman kecil yang penulis satukan dari berbagai data, fakta, atau pun pandangan para ahli. Semoga bermanfaat, maaf jika ada hal-hal kurang tepat dalam penyampaian informasi ini. Selamat membaca ^_^.

DUKUNGAN UNTUK ODHA
 

”Anda positif terinfeksi HIV.” Seakan disambar petir saat Toto (bukan nama sebenarnya) divonis terinfeksi HIV. Flu yang sering menjangkitinya selama ini ternyata akibat HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Walaupun ia masih tampak dan merasa sehat karena belum memasuki tahap AIDS, namun sudah terbayang rasa sakit yang tidak hanya dirasakan fisik, namun juga sakit secara sosial dan psikologi. Apa anggapan masyarakat dan keluarga? Karena di masyarakat penyakit ini identik dengan hal-hal negatif seperti seks bebas/seks menyimpang, penggunaan narkoba dan kematian. Terlebih bagi mereka yang tidak mendapat informasi yang benar tentang HIV/AIDS. 
Berbagai pencegahan dari penyakit HIV/AIDS mungkin sudah sering disosialisasikan walaupun mungkin sasarannya belum sesuai yang diharapkan. Namun, jika penyakit sudah terjangkit HIV/AIDS seberapa banyak yang tahu akan penanganannya? Masalah ini dapat berdampak negatif pada kehidupan penderitanya. Tidak hanya masalah kesehatan fisiknya, tapi secara psikis akan mempengaruhi kehidupan.
Masih ada masyarakat yang memperlakukan para ODHA dengan perlakuan yang tidak menyenangka. Mendiskriminasi, menjauhi seakan-akan HIV dapat menular hanya dengan bertemu dengan ODHA. Padahal masih banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang ODHA. Terlebih bila lingkungan sosial memberi dukungan suportif tanpa memandang mereka rendah.
Pengobatan dan perawatan dalam menangani masalah HIV AIDS diantaranya adalah konseling dan tes mandiri, dukungan bagi pencegahan penularan HIV, konseling tindak lanjut, saran-saran mengenai makanan dan gizi, pengobatan IMS, pengelolaan efek nutrisi, pencegahan dan perawatan infeksi oportunistik (IOS), dan pemberian obat-obatan antiretroviral.
Unsur-unsur perawatan lain dapat membantu mempertahankan kualitas hidup tinggi saat ARV tidak tersedia. Unsur-unsur ini meliputi nutrisi yang memadai, konseling, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, dan menjaga kesehatan pada umumnya. (http://pojokpenjas.blogspot.com/2008/08/perawatan-hiv-aids.html)
Pengobatan atau dengan kata lain mempertahankan kondisi seseorang yang telah terjangkit HIV AIDS selain dengan obat Antiretroviral (ARV) juga didukung kondisi psikologis penderitanya. Dengan kondisi psikologis yang terkendali maka setidaknya ODHA memiliki semangat hidup tinggi dan jauh dari depresi. Sebaliknya kondisi mental dan jiwa yang terganggu karena depresi dan putus asa akan memperburuk keadaan. Kondisi fisik akan semakin lemah, berbagai infeksi akan samakin mudah menyerang tubuh.
Selain obat ARV, asupan gizi ODHA harus mendapat perhatian khusus. Pada orang yang sehat dan normal pun jika memiliki gangguan gizi akan berkibat buruk. Terlebih bagi ODHA. Dalam keadaan yang terpuruk ataupun depresi karena menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan, kemungkinan besar akan mengurangi asupan makanan. Nafsu makan menurun, ataupun jika seorang ODHA hidup seorang diri dan tidak mempunyai penghasilan yang menjadikan daya beli rendah sudah pasti mempengaruhi asupan gizi yang dikonsumsi.
Kebutuhan kalori ODHA berkisar sekitar 2000-3000 Kkcal/hari dan protein 1,5-2 gram/kgBB/hari. Untuk mencukupi kebutuhan kalori dan protein sehari diberikan dengan memberikan makanan lengkap 3 kali ditambah makanan selingan 3 kali sehari.Kebutuhan kalori yang berasal dari lemak dianjurkan sebesar 10-15% dari total kalori sehari. Kebutuhan zat gizi makro tersebut di atas harus dipenuhi untuk mencegah penurunan berat badan yang drastis. Pemantauan status gizi dan makanan bagi penderita ODHA sendiri juga mutlak diperlukan untuk mengetahui efek dari infeksi HIV dan kesehatan ODHA. (http://www.eurekaindonesia.org/gizi-yang-baik-untuk-orang-dengan-hivaids-odha/)  
  Terdapat Strategi Nasional 2007-2010 (STRANAS 2007-2010) menjabarkan paradigma baru dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia dari upaya yang terfragmentasi menjadi upaya yang komprehensif dan terintegrasi diselenggarakan dengan harmonis oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder). Akserelasi upaya perawatan, pengobatan dan dukungan pada orang yang hidup dengan HIV dan AIDS (ODHA) dijalankan bersamaan dengan akselerasi upaya pencegahan baik dilingkungan sub-populasi berperilaku risiko tinggi maupu dilingkungan sub-populasi berperilaku risiko rendah dan masyarakat umum. (http://www.undp.or.id/programme/propoor/The%20National%20HIV%20&%20AIDS%20Strategy%202007-2010%20(Indonesia).pdf)
Berdasarkan strategi yang telah ada, pelaksanaannya tidak hanya dilakukan oleh satu bidang. Namun semua sektor (lintas sektor) harus dilibatkanuntuk tercapainya tujuan bersama. Tanpa adanya kerjasama yang baik, maka akan sangat sulit dan mendekati mustahil dalam pencapaian penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.
Saat ini mulai banyak LSM yang peduli terhadap permasalahan ini. Banyak yang kemudian menyediakan forum dan layanan konsultasi bagi para ODHA. Kemunculan lembaga non-pemerintah seperti ini sangat membantu. Terlebih dalam kondisi krisis ekonomi global, kondisi stres ODHA dan keluarganya dapat meningkat. Karena kondisi ekonomi juga dapat membuat seseorang berpikir ulang untuk tetap merawat sendiri keluarganya yang telah berstatus ODHA.
Seharusnya kehadiran lembaga seperti itu dapat merubah stigma masyarakat. Terutama keluarga ODHA untuk tetap menerima keadaan seorang ODHA. Sebab bagaimanapun juga dukungan keluarga adalah yang terpenting walaupun ODHA tersebut mengikuti komunitas yang dibimbing oleh suatu lembaga. Namun, memang tidak mudah menerima anggota keluarga yang ODHA jika stigma masyarakat masih tetap buruk. Masih banyak yang mementingkan ”apa kata orang nanti?” dibandingkan mengikuti kata hatinya.
Bagaimana jika yang terinfeksi HIV adalah seorang anak? Anak dibawah umur yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Anak yang tentunya masih ingin bermain dengan teman-temannya. Jika mereka sudah dikucilkan sejak kecil, tentunya sangat sulit mempertahankan kesehatan. Secara psikologis mereka merasa minder dan malu untuk bersosialisasi. Terlebih jika keluarga tidak mau merawat, tidak ada yang akan menjamin kebutuhan obat-obatan dan gizinya. Mungkin diantara sekian banyak anak jalanan adalah pengidap HIV/AIDS.
Bayangkan jika sejak bayi sudah terinfeksi HIV, maka secara medis kecil kemungkinan akan bertahan hingga usia remaja. Ini akan menyebabkan meningkatnya ”lost generation” di negara Indonesia. Beberapa kasus gizi buruk pada balita ternyata diakibatkan HIV yang ditularkan dari orang tua balita. Berawal dari status gizi yang buruk dan adanya infeksi HIV, balita akan semakin rentan dan dapat meningkatkan angka kematian anak.  
Jika seorang ibu positif terinfeksi HIV, sebenarnya masih terdapat cara pencegahan penularan ke janin/bayi. Diantaranya adalah melahirkan dengan proses operasi caesar. Hal ini disebabkan banyak kejadian penularan terjadi saat proses persalinan normal. Pencegahan kedua adalah pemeriksaan kehamilan secara rutin (Antenatal Care/ANC) untuk berkonsultasi kepada dokter. HIV tidak menular melalui ASI, namun selama proses menyusui, biasanya terjadi mastitis (peradangan pada payudara). Peradangan dan luka inilah yang dikhawatirkan menularkan HIV ke bayi. Maka sebaiknya tidak menyusui untuk mencegah penularan ke bayi.   
ODHA tidak sepatutnya mendapatkan diskriminasi. Masih banyak hal positif yang dapat mereka lakukan. Terutama jika masih pada tahap HIV dan aktif mengkonsumsi ARV. Pada tahap ini penderita masih tampak sehat karena gejalanya belum tampak. Sehingga mereka masih bisa mencari nafkah untuk keluarga. Namun, di banyak lapangan pekerjaan tidak memperkerjakan seorang ODHA. Ketakutan tertular adalah alasan yang kerap dilontarkan. Ini dikarenakan keterbatasan informasi yang tepat dan benar masyarakat. Masalah ini menjadi gambaran betapa tidak mudah mensosialisasikan informasi kesehatan.
 Harga ARV yang mahal, menyebabkan ODHA dari kalangan menengah ke bawah tidak mendapatkan ARV. Kondisi ekonomi yang buruk memperparah keadaan ODHA. Padahal jumlah ODHA terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini juga akan menurunkan angka harapan hidup orang Indonesia. Dengan kata lain kondisi kesehatan di Indonesia menjadi buruk. Dari aspek ekonomi akan butuh dana lebih untuk mengatasi semua permasalahan kesehatan.  
 Pepatah ”nasi sudah jadi bubur” bukankah sebaiknya ”bubur” itu dimakan daripada dibuang? Begitu pula jika sudah menjadi ODHA, maka terima mereka dan arahkan untuk dapat melakukan hal positif dibandingkan jika kita mendiskriminasi mereka yang akan menimbulkan masalah baru? Bukan tidak mungkin jika para ODHA yang merasa sakit hati karena diskriminasi yang mereka rasakan berperilaku yang menyebabkan peningkatan penularan HIV/AIDS. Seperti mencari teman ataupun kekasih dengan tujuan menjerumuskan agar menjadi sesama ODHA. Hal ini harus dicegah dengan cara memperlakukan mereka sebaik mungkin.
”Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama.” Salah satunya caranya adalah membantu para ODHA disekitar kita dengan minimal mendukung mereka. Jika dapat membantu mengarahkan untuk melakukan hal-hal positif akan lebih baik. Seperti menciptakan lapangan pekerjaan atau minimal membantu mengajak masyarakat untuk ikut memberi dukungan. Dengan begitu semangat hidup ODHA akan meningkat yang baik untuk kondisi kesehatan. Paling tidak meringankan rasa sakit dan mempertahankan hidup mereka.
Komunitas sesama ODHA akan sangat membantu. ODHA tidak merasa sendiri dan mudah berkonsultasi dengan konselor ataupun sesama ODHA yang mungkin memilki pengalaman lebih. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat membantu pembentukan komunitas serta membimbing kegiatan komunitas ini. Dari komunitas ODHA inilah berbagai informasi diberikan untuk memotivasi dan bersama bangkit dari keterpurukan dan putus asa yang mereka rasakan.
Tentu tidak bisa hanya mengandalkan komunitas ODHA. Dukungan keluarga sangat diperlukan. Maka akan lebih baik para ODHA tetap tinggal bersama keluarga, tidak seperti kebanyakan yang dimasukkan ke tempat rehabilitasi khusus ODHA. Ini semakin menguatkan adanya diskriminasi oleh keluarga sendiri. Tetapi tidak dapat dipungkiri, HIV/AIDS masih dianggap aib oleh keluarga ODHA. Pendekatan dan penyampaian informasi kepada keluarga/orang yang tinggal dengan ODHA harus lebih ditingkatkan.
Agama dapat menjadi media pengobatan, perawatan dan dukungan. Mendekatkan diri ODHA kepada tuhan adalah cara yang terbaik. Hanya kepada Tuhan-lah seseorang memohon kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi segala permasalahan. Siraman rohani dapat dimasukkan ke dalam agenda kegiatan komunitas ODHA. Dengan jiwa yang tenang, maka kondisi kesehatan akan dapat dipertahankan. Keluarga akan semakin sabar dan diharapkan mau dan mampu menerima anggota keluarganya yang ODHA.     
ODHA juga manusia yang punya hak yang patut kita hargai. Maka sayangi ODHA, dukung mereka dan mari berperan dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS!

31 Mei 2009
Nila Amalia Husna 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar