Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Sabtu, 20 Juli 2013

CARA CERDAS PILIH JAJANAN SEHAT UNTUK ANANDA (3)

3.
BERKENALAN DENGAN JAJANAN

A.      Definisi Jajanan
Dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 dijelaskan pengertian dari makanan jajanan, yaitu “Makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.

Menurut organisasi pangan dunia (FAO/Food and Agriculture Organization) dalam Judarwanto (2009), makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima (street food) didefisinikan sebagai “Makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.

Selanjutnya Hayati (2009) mengutip dari Winarno (2007) yang mengartikan makanan jajanan adalah “Jenis makanan yang dimakan sepanjang hari, sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang dikonsumsi.” Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa makanan/pangan jajanan adalah beberapa jenis makanan dan minuman yang diolah dan dipersiapkan oleh pedagang/pengrajin makanan untuk dijual di tempat-tempat umum (sekolah, pinggir jalan/keliling, tempat hiburan, dan lain-lain.), serta dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen (pembeli) tanpa dibatasi oleh waktu, tempat, dan jumlah jajanan yang dikonsumsi.

 Meskipun tidak ada waktu khusus mengkonsumsi makanan jajanan, biasanya masyarakat Indonesia ngemil antara pukul 09.00 – 10.00 (waktu anak istirahat sekolah), dan pukul 16.00 – 17.00 (waktu anak bermain/pulang sekolah) di sore hari. Beberapa orang dewasa yang terbiasa begadang atau bekerja di shift malam, biasanya juga mengkonsumsi camilan atau sekedar minum secangkir minuman hangat di tengah malam. Untuk membeli makanan di tengah malam biasanya dengan menunggu pedagang yang berkeliling di lingkungan perumahan. Namun sekarang sangat mudah mendapatkan makanan atau minuman karena banyak yang membuka rumah makan atau restoran selama 24 jam, disertai dengan layanan pesan antar.

Jajanan dapat berfungsi membantu memenuhi kebutuhan energi dan protein untuk anak, terutama mereka yang mengalami kesulitan makan, pada anak sekolah yang lebih banyak beraktivitas fisik di sekolah atau tidak mau sarapan. Meski tidak semua jajanan aman untuk dikonsumsi, faktanya makanan jajanan kaki lima yang dikonsumsi oleh anak sekolah, memberikan asupan energi sebanyak 36%, protein sebesar 29% dan zat besi sekitar 52% (Judarwanto, 2009).

Selain itu pangan jajanan dapat berperan dalam mengenalkan keanekaragaman jenis pangan kepada anak. Namun, bukan sembarang jajanan. Makanan jajanan harus memenuhi beberapa syarat (http://sdmudakreatif.sch.id), di antaranya: sehat, yaitu memenuhi kebutuhan gizi anak; bersih atau terbebas dari kotoran; dan aman karena tidak mengandung zat-zat yang berbahaya.

B.       Jenis Jajanan
Jajanan dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, berdasarkan beberapa hal, seperti alasan kesehatan, berdasarkan jenis makanan, dan rasa makanan. Jenis jajanan berdasarkan hubungannya dengan kesehatan: 

1)   Jajanan Sehat (Jajanan yang Aman untuk Dikonsumsi)
Jajanan dikatakan sehat apabila terjamin aspek kebersihan, terbebas dari zat-zat berbahaya, dan tidak menyebabkan keracunan atau penyakit.

2)   Jajanan Tidak Sehat (Jajanan yang Tidak Aman untuk Dikonsumsi)
Beberapa contoh dari jajanan yang tidak aman untuk dikonsumsi di antaranya: kue yang disajikan terbuka tanpa bungkusan, jajanan yang disajikan tidak dalam keadaan hangat, tercemar bakteri dan mikroorganisme lainnya, atau sengaja ditambahkan dengan bahan-bahan kimia yang berbahaya. Bahan pencemar terbagi menjadi tiga kelompok:
·      Bahaya fisika: tanah, batu, plastik, rambut, dan lain-lain.

·    Bahaya biologis: bakteri atau binatang berukuran kecil, yang dapat mencemari makanan karena pemasakan yang kurang tepat atau kondisi lingkungan yang kotor.

·      Bahaya kimia: zat-zat kimia yang seharusnya tidak digunakan pada makanan atau minuman, seperti pewarna tekstil, formalin, pemutih, boraks, zat pemutih, dan lain-lain).

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi mengkategorikan makanan jajanan menjadi tiga kelompok:
1)   Makanan jajanan berbentuk panganan, seperti kue-kue kecil, pisang goreng, dan sebagainya.

2) Makanan jajanan yang diporsikan (berupa menu utama), seperti nasi goreng, mie bakso, pecel, dan sebagainya.

3)   Makanan jajanan berbentuk minuman, seperti jus buah, es krim, es buah, dan sebagainya.

Berdasarkan rasa makanan jajanan, Tarwotjo (1998) dalam Sari (2010) membagi ke dalam dua jenis:

1)   Makanan jajanan dengan rasa manis.
Jenis yang satu ini dapat dibedakan lagi berdasarkan cara memasaknya, yaitu menjadi makanan jajajan basah dan makanan jajanan kering. Makanan jajanan basah seperti: aneka bubur (bubur sum-sum dan bubur candil); aneka kolak (kolak pisang, kolak ubi, dan kolang-kaling); aneka kue yang dikukus (putu mayang, nagasari, dan bolu kukus); dan jajanan yang direbus (agar-agar, ongol-ongol, dan klepon). Sedangkan makanan jajanan kering biasanya berupa aneka goreng-gorengan (pisang goreng dan ubi goreng), dan aneka kue yang dipanggang (kue bolu dan kue lumpur).

2)   Makanan jajanan dengan rasa asin.
Berupa makanan dengan rasa gurih (asin), seperti: lumpia, risol, lemper, dan aneka gorengan dengan rasa asin seperti bakwan dan tahu goreng. Makanan jajanan berupa keripik atau chiki biasanya disukai anak karena kandungan penyedap rasa yang cukup banyak.

C.       Jenis dan Dampak dari Zat-zat & Mikroorganisme Berbahaya yang Terkandung dalam Jajanan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) mengungkapkan bahwa 45% dari 2.984 sampel jajanan anak sekolah, mengandung zat-zat yang berbahaya (Badan POM RI, 2010). Zat-zat berbahaya tersebut terdiri dari zat-zat kimia, bahan fisika, dan cemaran biologis berupa mikroorgnisme.

Zat-zat kimia yang terdapat dalam makanan jajanan biasanya sengaja ditambahkan dalam proses pengolahannya, dengan tujuan tertentu. Zat-zat tersebut biasa disebut sebagai zat tambahan makanan atau BTP (Bahan Tambahan Pangan). BTP adalah “Bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. BTP terdiri dari bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental” (Badan POM RI, 2003).

Namun, tidak semua produsen menggunakan BTP sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya menggunakan bahan pengawet melebihi batas aman penggunaan. Bahkan beberapa produsen menggunakan zat-zat kimia yang dilarang penggunaannya untuk makanan dan minuman. Padahal jika hal itu terjadi akan berdampak buruk bagi kesehatan tubuh konsumen, baik dalam jangka waktu yang singkat atau jangka waktu panjang.

Berikut ini beberapa bahan tambahan yang diizinkan untuk digunakan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan:

1)   Antioksidan
Antioksidan berperan untuk mencegah atau mengharnbat terjadinya proses oksidasi. Oksidasi adalah suatu keadaan ketika oksigen berinteraksi dengan zat tertentu, dan biasanya memiliki efek merusak. Seperti buah-buahan membusuk, atau makanan beraroma tengik (tidak sedap) karena oksidasi lemak yang terkandung dalam makanan. Beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai antioksidan: asam askorbat, asam eritorbat, askorbil palmitat, askorbil stearat, butil hidroksianisol, butil hidroksitoluen, dan tokoferol.

2)   Anti Kempal
Anti kempal digunakan untuk mencegah memadatnya makanan yang berbentuk serbuk (bubuk). Biasanya digunakan untuk susu bubuk, tepung terigu, gula pasir, dan lain-lain. Jenis-jenis antikempal: aluminium silikat, kalsium aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium karbonat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.

3)   Pengatur Keasaman
Bahan pengatur keasaman biasa ditambahkan pada soda kue, makanan bayi, udang, daging, kepiting, minuman ringan, coklat dan coklat bubuk. Pengatur keasamanan digunakan untuk mengasamkan, menetralkan, atau mempertahankan derajat keasaman dari makanan atau minuman tertentu. Beberapa jenis pengatur keasamanan yang biasanya digunakan, yaitu: asam sitrat,  asam laktat, kalium bikarbonat, dan natrium bikarbonat.

4)   Pemanis Buatan
Pemanis buatan yang biasa digunakan di antaranya: siklamat, sakarin, sorbitol, dan aspartam. Penggunaannya tidak boleh melebihi batas, untuk siklamat berkisar antara 500 mg – 3 g/kg bahan pangan, dan untuk sakarin sebanyak 50 mg – 300 mg/kg bahan pangan. Jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping berupa batuk, radang tenggorokan, dan nyeri saat menelan.

Pemanis alami yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah gula. Namun, biasanya produsen makanan menambahkan pemanis buatan dengan tujuan menambah tingkat/rasa manis, dengan melakukan penghematan karena harganya tidak semahal gula alami. Sedangkan untuk alasan medis, pemanis buatan diberikan ke dalam makanan atau minuman bagi penderita diabetes, karena pemanis buatan tidak mengandung kalori.

5)   Pemutih dan Pematang Tepung
Untuk memperbaiki mutu pemanggangan, biasanya digunakan bahan tambahan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan pematangan pada berbagai jenis makanan dengan bahan baku tepung (roti, kue, kraker dan biskuit). Jenis pemutih dan pematang tepung: asam askorbat dan natrium stearoil-2-laktat. Penggunaan pemutih dan pematang tepung juga dianggap dapat meningkatkan penjualan, karena penampilan makanan yang menarik biasanya mengundang lebih banyak pembeli.

6)   Pengemulsi, Pemantap dan Pengental
Merupakan bahan tambahan makanan yang dapat membantu menstabilkan bentuk produk pangan, sehingga tidak meleleh dan tidak terpisah antara bagian lemak dan air. Biasanya digunakan untuk membuat es krim, sirup, saus sardin, kaldu, jeli, yoghurt dan keju olahan. Agar, alginat, dekstrin, gelatin, gum, karagen, lesitin, pektin, dan pati asetat, merupakan jenis-jenis bahan pengemulsi, pemantap dan pengental.

7)   Pengawet
Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, dan penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sari buah, kecap, saus tomat, minuman ringan, roti, keju olahan, margarin, daging olahan (kornet, sosis, daging beku), dan jeli biasanya diberikan bahan pengawet. Jenis-jenis dari bahan pengawet yang biasa digunakan pada industri pangan: kalium benzoat, asam benzoat, natrium benzoat, nisin, dan kalium propionat. Penggunaan melebihi batas yang dianjurkan dapat mengakibatkan penumpukan zat-zat tersebut di dalam tubuh, dan akan meningkatan risiko timbulnya penyakit seperti kanker.

8)   Pengeras
Pengeras digunakan untuk memperkeras makanan atau mencegah makanan menjadi lunak. Contohnya yaitu: kalsium glukonat, kalsium karbonat, kalsium klorida, kalsium sulfat, dan lain-lain. Pengeras yang biasa digunakan untuk buah atau sayur yang dikalengkan/dalam botol, jeli, serta berbagai olahan daging dan ikan dalam kaleng.

9)   Pewarna
Pemberian bahan pewarna dimaksudkan untuk membuat tampilan makanan menjadi menarik, atau untuk mengatasi perubahan warna saat makanan disimpan. Bahan pewarna alami yang aman digunakan untuk makanan atau minuman, di antaranya: karamel (pada gula), beta-karoten (dapat ditemukan dalam wortel/sayur berwarna merah dan oranye), klorofil (terdapat pada sayur/tumbuhan berwarna hijau), dan kurkumin.

Penggunaan pewarna alami memang tidak memberikan efek yang menarik pada pangan jajanan, tetapi tentu saja tidak menimbulkan efek samping untuk kesehatan. Saat mengalami proses pemasakan warna alami akan pudar, sedangkan dengan menggunakan pewarna buatan, warna dari pangan jajanan tetap terlihat cerah. Beberapa contoh dari pewarna buatan, yaitu: biru berlian, eritrosin (menghasilkan warna merah), kuning kuinolin, dan indigotin.

10)    Penyedap Rasa
Inilah bahan yang dapat memanjakan lidah karena kelezatan makanan yang kita konsumsi. Penyedap rasa digunakan untuk mempertegas rasa dan aroma makanan. Jenis penyedap rasa yang paling terkenal yaitu vetsin yang mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat). Jika terlalu banyak mengkonsumsi penyedap rasa dapat menimbulkan rasa mual dan pusing, gangguan lambung, dan gangguan tidur. Selain itu MSG juga dapat memicu tekanan darah tinggi (hipertensi), jantung berdebar, asma, kanker, diabetes, dan penurunan kecerdasan.

Untuk masakan yang dibuat sendiri di rumah, sebaiknya menggunakan gula dan garam sebagai penyedap rasa alami, namun penggunaannya secukupnya saja, tidak boleh berlebihan. Badan kesehatan sedunia (WHO/World Health Organization) membatasi konsumsi MSG pada orang dewasa (berat badan 50 kg), hanya 6 gram atau sekitar 2 sendok teh per hari. Bagaimana apabila anak kita mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung MSG? Tentu dampak yang ditimbulkan akan lebih parah bukan?

11)                  Sekuestran
Digunakan untuk mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Dengan demikian akan memantapkan warna, aroma dan tekstur makanan. Contoh penggunaan sekuestran pada produk daging kepiting dan udang kalengan, ikan beku, minyak, margarin, kaldu, dan es krim. Beberapa jenis dari bahan pengikat ion logam pada makanan, yaitu: asam fosfat, isopropil sitrat, monokalium fosfat, natrium pirofosfat, dan sebagainya.

Kita harus waspada terhadap pangan yang telah dicampur oleh bahan tambahan tertentu yang terlarang digunakan, di antaranya:

1)   Rhodamin B dan Metanil Yellow
Rhodamin B dan metanil yellow merupakan bahan pewarna buatan yang berbahaya (PERMENKES NO. 239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya). Namun ada saja produsen yang menggunakannya dengan alasan harga lebih murah, dan menghasilkan warna lebih menarik pada makanan dan minuman.

Rhodamin B biasa digunakan sebagai pewarna kertas, dan sering disalahgunakan untuk mewarnai saus, kerupuk, kue-kue basah, dan sirup. Makanan atau minuman yang mengandung rhodamin B terlihat lebih mencolok warna merahnya dibandingkan makanan atau minuman sejenis yang diberi pewarna khusus untuk bahan pangan. Efek samping yang ditimbulkan dari pewarna kertas ini, di antaranya: gangguan pada saluran pernafasan (terhirup); gangguan pada kulit; mata kemerahan, dan kelopak mata membengkak (jika mengenai mata); serta keracunan dan air seni yang berwarna merah atau merah muda, jika mengkonsumsi pangan mengandung pewarna terlarang ini.

Sedangkan metanil yellow (pada tahu dan kerupuk) adalah pewarna yang sebenarnya digunakan untuk tekstil (kain), cat kayu, dan cat lukis. Jika metanil yellow mengenai kulit, maka akan terjadi iritasi kulit. Pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Dapat pula menyebabkan gangguan pernapasan jika terhirup, sedangkan jika tertelan dapat menimbulkan peradangan pada jaringan dan kerusakan ginjal. metanil yellow dan rhodamin B yang sering dikonsumsi dalam pangan jajanan, dapat menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit kanker.

2)   Boraks
Boraks adalah suatu senyawa berbentuk padat, dan akan berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat jika dilarutkan ke dalam air. Dalam bentuk larutan, boraks disebut juga dengan nama “Bleng” atau “Gendar”. Boraks memiliki sifat pembunuh kuman, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan (salep, bedak), cairan pembersih dan pengawet kayu.

Namun, disalahgunakan untuk pembuatan makanan (baso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan pangsit). Makanan yang mengandung boraks akan terlihat lebih menarik daripada makanan yang tidak ditambahkan boraks, dan akan terasa sangat kenyal ketika dimakan.
Dalam jangka waktu yang singkat, boraks dapat menimbulkan keracunan dengan gejala-gejala berikut: pusing, badan lemas, mual dan muntah, diare, kram perut, depresi sistem saraf pusat (kejang). Sedangkan dalam jangka panjang, boraks akan menumpuk di dalam tubuh.

Kadar boraks terbesar biasanya ditemukan di otak sebagai sistem saraf pusat, dan hati sebagai organ yang berfungsi menetralkan racun. Jika sudah terjadi penumpukan boraks di dalam tubuh, kerja hati menjadi semakin berat, dan memungkinkan timbulnya penyakit kanker, bahkan kematian.

3)   Formalin
Pengawet terlarang untuk makanan selanjutnya adalah formalin. Penggunaan formalin sewajarnya untuk mengawetkan mayat atau organ tubuh manusia (kepentingan medis), antiseptik (pembunuh kuman), dan penghilang bau. Tetapi demi kepentingan dan keuntungan produsen, banyak pihak yang menggunakan formalin untuk mengawetkan tahu, ikan, dan mie basah.

Ada cara khusus untuk mengetahui makanan yang diberi formalin, yaitu mencium aroma bahan makanan. Jika kita mencium bau yang menyengat, maka kemungkinan besar bahan makanan tersebut telah mengandung formalin. Dari penampilannya, bahan makanan yang berformalin akan lebih awet (tahan lama/tidak cepat busuk) meskipun tidak disimpan dalam lemari pendingin, tidak dihinggapi lalat, dan jika ditekan akan terasa lebih kenyal dan tidak mudah hancur daripada bahan makanan yang bebas formalin.

Uap formalin yang terhirup dapat menyebabkan peradangan (iritasi) pada saluran pernapasan, hidung, dan mata. Jika terkena kulit dapat menimbulkan peradangan kulit (dermatitis). Penggunaan formalin dalam bahan makanan juga dapat menyebabkan diare, muntah darah, kejang-kejang, kencing darah, kanker paru-paru, dan kematian.

4)   Asam Salisilat
Aspirin merupakan nama lain dari asam salisilat, yang bermanfaat sebagai anti jamur (bedak dan salep untuk penyakit kulit), anti ketombe (ditambahkan pada shampo), penurun panas (obat pereda demam), penghilang rasa sakit (obat sakit gigi dan sakit kepala), dan obat penyakit jantung.

Dalam industri pangan, asam salisilat biasanya digunakan untuk mengusir hama pada sayur, dan mencegah jamur pada buah-buahan. Zat berbahaya ini akan meninggalkan residu (ampas/endapan) yang masuk ke dalam jaringan buah dan sayur. Maka meski sudah dicuci bersih, kandungan asam salisilat akan ikut terbawa masuk ke dalam saluran pencernaan orang yang mengkonsumsinya.

Asam salisilat dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah, karena bersifat mengiritasi jaringan tubuh ketika dihirup atau ditelan. Selain itu apabila kandungan asam salisilat berlebihan di dalam tubuh, akan memicu pengerasan dinding pembuluh darah, dan kanker pada saluran pencernaan.

5)   Dietilpirokarbonat (DEPC)
DEPC biasanya digunakan pada susu, bir, jus jeruk, dan berbagai jenis minuman lainnya, yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Tujuannya untuk memperpanjang masa simpan suatu produk dengan mencegah peragian (fermentasi) minuman beralkohol dan non-alkohol. DEPC termasuk zat karsinogenik (pemicu kanker), maka jika menumpuk dalam tubuh dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan kanker.

6)   Dulsin
Dulsin berperan sebagai pemanis buatan, dengan tingkat rasa manis mencapai 250 kali daripada gula tebu. Inilah alasan para produsen nakal yang berani menggunakan dulsin pada pangan jajanan, yaitu meminimalisir modal yang dikeluarkan untuk memberi rasa manis pada dagangannya. Sejak tahun 1954, Dulsin ditarik dari peredaran bahan pemanis buatan karena terbukti memicu penyakit kanker. Hal tersebut diketahui setelah dilakukan percobaan terhadap hewan yang diberikan senyawa dulsin.

7)   Kalium Bromat
Seperti bahan tambahan pangan yang terlarang sebelumnya, kalium bromat juga bersifat karsinogenik. Oleh sebab itu penggunaannya dilarang dalam pembuatan roti. Makanan (roti) yang ditambahkan kalium bromat akan memiliki tekstur yang lebih bagus dan menarik. Pemakaian Kalium bromat yang terlalu banyak tidak akan hilang meskipun adonan roti telah melalui proses pemanasan.

8)   Kalium Klorat
Kalium klorat berbentuk kristal transparan, digunakan sebagai bahan pemutih yang dicampur dalam desinfektan, obat kumur, pasta gigi, sebagai bahan pembuat korek api, dan mencetak tekstil.

Makanan yang mengandung kalium klorat dapat menyebabkan mual, muntah, diare, dan iritasi saluran pencernaan. Sedangkan dampak jangka panjang dari paparan kalium klorat, di antaranya: kelainan darah, kerusakan ginjal dan hati, iritasi kulit mata, dan iritasi saluran pernapasan.

9)   Kloramfenikol
Penyalahgunaan kloramfenikol biasanya digunakan untuk mengawetkan udang segar. Padahal kloramfenikol adalah salah satu antibiotik sebagai obat dari infeksi dari bakteri seperti salmonella dan meningitis. Selain bersifat karsinogenik, Kloramfenikol juga dapat menyebabkan tidak normalnya produksi sel darah, karena zat tersebut bekerja pada sum-sum tulang (tempat produksi sel-sel darah).

10)    Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
Minyak nabati yang dibrominasi adalah minyak nabati yang memiliki unsur bromin. Bahan ini digunakan sebagai penyedap rasa dan aroma pada minuman ringan (softdrink). Dampak negatif mengkonsumsi minuman yang mengandung minyak nabati yang dibrominasi, yaitu menimbulkan reaksi alergi, kelelahan, kehilangan koordinasi otot, sakit kepala, dan hilang ingatan.

11)    Nitrofurazon
Senyawa ini memiliki sifat bakterisida (dapat membunuh/membasmi bakteri) pada hewan, yang biasanya digunakan dalam pakan ternak. Berdasarkan hasil penelitian yang diuji coba pada tikus, menunjukkan bahwa pemberian secara oral (lewat mulut) dapat menyebabkan lesi (kelainan) pada kulit dan infeksi kandung kemih. 
 
Bahaya fisika yang dapat mengkontaminasi pangan jajanan: tanah, batu, rambut, isi stapler, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut mencemari makanan dan minuman pada saat proses pengolahan, pemasakan, penyimpanan, penyajian, atau bahkan sesaat sebelum dikonsumsi.

Untuk mengurangi risiko pencemaran, sebaiknya produsen atau penjual makanan mengikat rambutnya atau memakai penutup kepala (topi, jaring rambut, atau kerudung/kain). Jika rambut kepala dibiarkan terurai, dikhawatirkan ada rambut yang rontok dan kemudian masuk ke dalam makanan atau minuman yang sedang dibuat.

Lingkungan pembuatan makanan dan penjualan pangan jajanan juga harus dipastikan jauh dari bahan-bahan cemaran fisika berupa batu dan tanah. Makanan yang dibungkus dengan plastik biasanya menggunakan stapler, dan seringkali anak tidak hati-hati saat membuka plastik kemasan tersebut. Apabila isi stapler masuk ke dalam makanan, akan berbahaya ketika isi stapler tertelan.

Bahaya biologis merupakan bahaya yang ditimbulkan dari cemaran bakteri, virus, dan parasit yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan pada kesehatan. Bahan pangan yang rawan terkontaminasi oleh bahan biologis, biasanya bersifat mengandung kadar air (lembab atau basah) dan memiliki suhu rendah (dingin/tidak dikonsumsi dalam keadaan hangat). Cemaran biologis dapat berasal dari air, udara, dan lingkungan sekitar tempat bahan pangan dibuat, disajikan, atau dijual. Semakin kotor suatu lingkungan, semakin banyak pula organisme yang merugikan kesehatan, berkembang biak di sekitar kita.

Terdapat sekitar 250 jenis bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Tetapi kasus keracunan yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh bakteri: Clostridium botulinum (dapat ditemukan dalam makanan kaleng dan makanan bayi), Salmonella gastro (terdapat pada daging, susu, telur, serta buah dan sayur yang tidak dicuci bersih), dan Escherichia coli (biasa ditemukan dalam daging kurang matang ketika proses pemasakan).

Virus yang sering ditemukan dalam makanan, di antaranya: virus hepatitis A, norovirus, dan rotavirus. Penyakit hepatitis ditandai dengan gejala demam, lemas, nafsu makan hilang disertai rasa tidak nyaman pada bagian perut, beberapa hari kemudian mata dan kulit akan tampak menguning. Virus hepatitis A biasa ditemukan pada susu dan hasil olahannya, buah atau sari buah, sayur, kerang, makanan dan minuman yang disajikan dalam keadaan dingin.

Orang yang terinfeksi norovirus akan mengalami mual, muntah, diare, sakit kepala, dan demam ringan. Norovirus biasanya terdapat dalam makanan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah atau setengah matang, seperti kerang dan bahan-bahan salad (sayuran). Infeksi rotavirus mengakibatkan diare, muntah-muntah, dan demam. Rotavirus juga biasa ditularkan melalui makanan yang dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu (buah dan salad), karena virus ini dapat dibasmi dengan pemanasan di atas 70 oC.

Cacing dapat menginfeksi seseorang melalui perantara makanan, terutama makanan jajanan yang diolah dan dijual di lingkungan yang kotor. Beberapa jenis cacing yang rawan menginfeksi anak-anak, di antaranya: cacing gelang, cacing kremi (penyakitnya biasa disebut kremian), dan cacing tambang.

Perilaku yang tidak sehat seperti malas cuci tangan dengan sabun, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penularan infeksi cacing dari satu anak ke anak lainnya. Maka sebaiknya sejak kecil berikan obat anti cacing pada anak setiap enam bulan sekali. Selain itu menjaga lingkungan dan diri sendiri tetap bersih, sehingga tidak mudah terinfeksi oleh parasit.

Anak sebaiknya diajarkan untuk selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, terutama setelah buang air, dan setelah bermain. Saat bermain, biasanya anak tidak perduli pada kebersihan lingkungan bermainnya. Walaupun kita mengetahui bahwa anak bermain di dalam rumah, tetapi kita tidak selalu mengetahui semua benda yang disentuh saat bermain. Maka sebagai upaya pencegahan penyakit, sangat penting mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah beraktivitas.

Makanan atau minuman yang tidak ditutup atau tidak dikemas, akan meningkatkan kemungkinan bahan biologis mencemarinya. Perilaku yang tidak bersih dari penjamah makanan, juga mempengaruhi kebersihan pangan jajanan. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh bahan pangan, atau menggunakan sendok atau alat lain (penjepit makanan dan sarung tangan) saat mengambil makanan lebih higienis daripada mengambil dengan tangan langsung tanpa alat. Membeli makanan atau minuman yang dijual di pinggir jalan, juga harus dihindari karena dengan mudah debu, kotoran, atau polusi udara dari gas buang kendaraan akan menimbulkan gangguan kesehatan jika mencemari pangan jajanan.

Pemasakan yang kurang tepat pada beberapa jenis makanan juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi bakteri atau virus yang terkandung dalam bahan makanan. Inilah sebabnya mengapa memasak telur, daging, ikan, dan bahan pangan lainnya harus benar-benar matang. Sebagai contoh yaitu salah satu cara pencegahan terinfeksi virus flu burung, adalah tidak mengkonsumsi telur atau daging ayam/hewan unggas lainnya sebelum dimasak sampai matang.

 Bahan cemaran yang mengkontaminasi bahan pangan ada dimana-mana. Maka yang dapat kita lakukan adalah menjaga diri dan keluarga dari ancaman bahaya makanan dan minuman yang tidak aman dikonsumsi. Mengurangi kebiasaan membeli hidangan utama atau pangan jajanan di luar rumah, dan memasak sendiri makanan untuk keluarga akan mengurangi risiko keracunan bahan tambahan pangan atau mikroba penyebab penyakit.

1 komentar: