Daisypath - Personal pictureDaisypath Anniversary tickers

Kamis, 25 Juli 2013

CARA CERDAS PILIH JAJANAN SEHAT UNTUK ANANDA (6) + Daftar Pustaka

6.
UPAYA MENYEHATKAN GENERASI PENERUS BANGSA

Anak adalah titipan Tuhan, yang harus kita jaga, rawat, didik, dan menjadi salah satu amanah yang akan dipertanggungjawabkan pada Tuhan. Selain itu, anak juga merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya demi memajukan sebuah negara, dan dunia pada umumnya. Namun, itu semua sulit tercapai dan hampir mustahil jika generasi penerus bangsa ini tidak memiliki suatu harta berharga yaitu kesehatan.

Kesehatan merupakan salah satu hak yang seharusnya didapatkan oleh anak-anak Indonesia. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang RI nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Bab IX Bagian Kedua Pasal 45 Ayat 1 – 3 yang berbunyi:

(1) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.
(2) Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Jelas sudah bahwa negara pun mengatur kewajiban orang tua untuk merawat, mendidik, dan menjaga kesehatan anak. Salah satu caranya adalah mengarahkan anak untuk memiliki pola hidup yang sehat dan dibekali pengetahuan tentang kesehatan. Jadi kesibukan bukanlah alasan untuk mengesampingkan kesehatan anak.

Permasalahan kesehatan yang kerap terjadi pada anak-anak, adalah masalah gizi. Masalah gizi biasa disebut dengan malnutrisi. Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana terjadi gangguan gizi, yang dapat disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi (kurang gizi) atau kelebihan asupan zat gizi (kelebihan gizi). Sampai saat ini Indonesia masih mengalami kedua jenis malnutrisi tersebut, sehingga sering disebut juga dengan masalah gizi ganda.

Gizi kurang (undernutrition) adalah keadaan rendahnya asupan zat gizi tertentu, dalam jangka waktu yang cukup lama. Kekurangan gizi biasanya disebabkan berbagai masalah kemiskinan, seperti: persediaan pangan yang kurang, kualitas lingkungan (kebersihan) kurang baik, pengetahuan gizi yang kurang, dan lokasi daerah yang termasuk wilayah miskin gizi (misalnya dataran tinggi yang miski akan iodium). Kekurangan gizi di antaranya: Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi/AGB (disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi), Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), dan Kurang Vitamin A (KVA).

Sedangkan kelebihan gizi (overnutrition) pada umumnya disebabkan kondisi ekonomi yang mengalami kemajuan, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan yang baik. Kemajuan status ekonomi masyarakat dapat menyebabkan perubahan pola makan, dari pola makan tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak, menjadi pola makan yang rendah serat dan tinggi lemak. Pola makan ini terjadi sejalan dengan perkembangan restoran makanan cepat saji (fast food), yang dianggap modern. Meski terkesan modern, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang kaya lemak dapat menimbulkan obesitas (kegemukan) dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif (Penyakit Jantung Koroner (PJK), Diabetes Mellitus, Stroke, dan Kanker).

Dahulu kasus malnutrisi identik dengan status sosial tertentu. Overnutrition pada kalangan menengah ke atas, dan undernutrition pada kalangan menengah ke bawah. Namun, saat ini tidak ada perbedaan status sosial. Kelebihan gizi dan kekurangan gizi dapat dialami oleh semua kalangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya: gangguan metabolik, pengetahuan gizi, penentuan prioritas kebutuhan hidup, atau akibat gaya hidup dan aktivitas fisik.

Contohnya pada masyarakat berpendapatan rendah bisa saja memiliki anak berbobot tubuh jauh di atas normal, yang sering disebut sebagai obesitas. Keluarga dari kalangan menengah ke bawah biasanya menggunakan hampir seluruh uang yang didapatnya untuk mencukupi kebutuhan pangan. Biasanya sebagai orang tua akan mendahulukan asupan gizi anak, jadi apabila anak memiliki nafsu makan yang besar dan tidak dibatasi, akan menjadi obesitas. Namun ada pula penderita obesitas yang makan sedikit/jumlah normal, tetapi berat badan dan massa lemaknya terus bertambah tak bisa terkendali. Hal ini terjadi akibat gangguan metabolik yang menyebabkan tubuh terus menerus menimbun lemak, tanpa melakukan pemecahan lemak.

Pada masyarakat berpenghasilan tinggi, yang biasa disebut sebagai orang kaya, juga terdapat kasus kurang gizi pada bayi,balita, dan anak-anak. Sebabnya bisa karena orang tua yang tidak menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk menyediakan pangan yang bergizi seimbang, pengetahuan gizi yang kurang, cara pemasakan dan pemberian makan yang salah, atau akibat pengaruh budaya atau mitos-mitos yang secara turun temurun diwariskan dalam keluarga.

Masyarakat berpenghasilan tinggi biasanya akan lebih tertarik membeli barang-barang yang termasuk kebutuhan sekunder atau tersier. Sedangkan untuk makanan cenderung mementingkan rasa, padahal rasa yang lezat belum tentu menjamin ketercukupan asupan gizi yang dibutuhkan.

Pernahkah kita melihat ada seorang Ibu berdandan dengan riasan wajah tebal dan memakai banyak perhiasan, namun anak tidak diberikan makanan bergizi seimbang? Atau sang Ayah yang menyisihkan uang untuk membeli rokok, tetapi merasa sayang untuk membeli susu untuk anak? Hal-hal seperti ini sepatutnya dihindari, karena selain anak dapat mengalami kekurangan gizi, juga dapat menghancurkan masa depan buah hati. Selain itu anak akan selalu meniru perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama orang tua. Apabila sejak kecil terbiasa melihat orang tua merokok, bukan tidak mungkin suatu saat anak akan menjadi seorang perokok. Sudah terbukti bahwa ada anak-anak yang usianya belum mencapai 3 tahun, tapi sudah merokok karena orang tuanya terbiasa merokok di depan anak.

Cara pemberian makan yang kurang tepat, misalnya saat seorang Ibu menyuapi anak balitanya. Karena makanan yang diberikan bertekstur agak keras, maka Ibu mengunyahkannya terlebih dahulu supaya lembut kemudian baru diberikan kepada anak. Cara ini selain kurang higienis, juga merugikan bagi anak karena zat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut sudah berkurang saat dilumatkan di mulut Ibu. Lebih baik jika memilihkan makanan yang sudah lunak atau diproses menjadi makanan lunak atau cair.

Berkaitan dengan budaya, sebagian masyarakat di Indonesia beranggapan bahwa Ayah sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah. Maka untuk menghormatinya, semua anggota keluarga harus makan setelah Ayah makan. Untuk lauknya pun ada yang membagikan yang besar atau yang terenak untuk Ayah, dan sisanya untuk anak dan Ibu. Seharusnya yang menjadi prioritas adalah kebutuhan gizi setiap anggota keluarga. Anak sangat membutuhkan zat gizi yang cukup untuk melewati masa pertumbuhan dan perkembangannya dengan baik.

Kita tidak ingin buah hati tersayang mengalami masalah gizi tersebut bukan? Maka terapkanlah pola hidup sehat, dengan membiasakan mengatur pola makan yang baik. Seperti apakah pola makan yang baik dan tepat? Pola makan yang tepat dengan berpedoman pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).

PUGS merupakan penjabaran dari pedoman 4 sehat 5 sempurna, yang berisi pesan-pesan terkait pencegahan masalah gizi (Almatsier, 2009). Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, mengeluarkan PUGS pada tahun 1995 sebagai alat dalam memberikan penyuluhan pangan dan gizi kepada masyarakat luas. PUGS terdiri dari 13 pesan dasar, yaitu:

1)   Makanlah aneka ragam makanan.
2)   Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi.
3)   Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah  dari kebutuhan energi.
4)   Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi.
5)   Gunakan garam beriodium.
6)   Makanlah makanan sumber zat besi (sayuran hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging).
7)   Berikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 6 bulan.
8)   Biasakan makan pagi.
9)   Minumlah air bersih, aman, dan cukup jumlahnya (minimal 2 liter atau sekitar 8 gelas perhari).
10)    Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur.
11)    Hindari minum minuman beralkohol.
12)    Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.
13)    Bacalah label pada makanan yang dikemas

Pada dasarnya PUGS menganjurkan setiap individu memiliki pola makan dengan terjaminnya keseimbangan zat gizi. Asupan zat gizi yang seimbang diperoleh dengan mengkonsumsi aneka ragam makanan. Makanan yang beraneka ragam dikelompokkan ke dalam 3 kategori: sumber tenaga (energi), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral). Tidak hanya asal berbeda, melainkan harus benar-benar seimbang. Jika tidak seimbang, akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Seperti penyakit busung lapar yang disebabkan kurangnya asupan energi dan protein, sembelit (konstipasi) akibat kurang konsumsi bahan pangan mengandung serat, atau penyakit rabun senja karena kekurangan vitamin A.

Untuk memudahkan pembagian porsi antara masing-masing kelompok bahan pangan, digunakanlah piramida makanan seperti yang ditunjukkan gambar nomor 64.

Piramida makanan menunjukkan bahwa untuk menentukan konsumsi bahan pangan sehari-hari, tidaklah sembarangan. Terdapat perbandingan antar bahan pangan supaya menjadi suatu komposisi gizi yang seimbang. Jika kekurangan atau kelebihan konsumsi salah satu bahan pangan tersebut, biasanya akan mengalami gangguan kesehatan atau penyakit-penyakit tertentu.

Dalam satu hari, porsi terbesar asupan makanan didapat dari bahan pangan sumber karbohidrat. Bahan pangan sumber karbohidrat biasanya terdiri dari makanan pokok, berupa: nasi (beras), jagung, gandum, ubi, kentang, dan hasil olahan bahan-bahan tersebut, seperti roti, mie, pasta, dan lain-lain. Kekurangan karbohidrat akan menyebabkan kekurangan energi, sehingga produktivitas akan menurun. Sebaliknya kelebihan energi dapat menimbulkan timbunan lemak di tubuh, karena karbohidrat (glukosa) yang berlebihan dan tidak dibakar dalam bentuk aktivitas fisik akan diubah menjadi lemak. Kondisi ini disebut sebagai obesitas (kegemukan).

Buah dan sayuran mengandung vitamin dan mineral, serta serat yang sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Vitamin dan mineral seperti kita ketahui, merupakan zat yang akan meningkatkan fungsi organ tubuh tertentu sehingga dapat mengurangi risiko terkena penyakit. Pola makan yang baik akan sia-sia apabila saluran pencernaan kita bermasalah. Serat berfungsi untuk melancarkan pencernaan, dengan cara memudahkan pengeluaran sisa makanan yang tidak terserap tubuh. Apabila kekurangan serat makanan, akan timbul masalah sembelit/konstipasi (susah buang air besar).

Bahan pangan sumber protein dibagi menjadi 2 jenis: protein hewani (berasal dari hewan), dan protein nabati (berasal dari tumbuhan). Keduanya sangat penting untuk dikonsumsi, karena protein berfungsi sebagai zat yang berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Kekurangan protein yang disertai kekurangan energy, dapat menyebabkan suatu kondisi yang sering disebut busung lapar (Kurang Energi Protein/KEP).

Untuk lemak, minyak, garam, dan gula, harus dibatasi konsumsinya. Kelebihan konsumsi lemak akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang akan memicu berbagai penyakit berbahaya. Sedangka garam yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah di atas normal, atau disebut gejala hipertensi (tekanan darah tinggi). Gula yang berlebihan juga tidak baik, terutama bagi mereka yang mengidap penyakit diabetes (kencing manis), atau memiliki anggota keluarga dengan penyakit diabetes.

Kekurangan energi, protein, dan zat-zat gizi lainnya didapat dengan mengonsumsi jenis-jenis camilan (snack). Biasanya camilan atau pangan jajanan diberikan pada pagi hari menjelang siang (antara pukul 09.00 – 10.00) atau sore hari (pukul 16.00 – 17.00). Beberapa di antara jenis jajanan tradisional khas Indonesia: lemper, arem-arem, klepon, getuk, berbagai jenis gorengan, dan jenis kolak atau makanan manis berkuah santan.

Memilih jajanan tradisional juga harus teliti dan jeli, karena sebagian produsen menggunakan bahan-bahan pengawet, penyedap rasa, atau pewarna yang tidak aman bagi kesehatan tubuh. Hindari membeli makanan, yang tidak tertutup, apalagi di lingkungan yang kurang bersih. Beberapa kasus kecacingan pada anak sering terjadi akibat sembarangan jajan dan malas cuci tangan dengan sabun.

Banyak pula jenis camilan atau makanan ringan kemasan, yang lebih modern dan diproduksi di pabrik. Biasanya makanan atau minuman ringan buatan pabrik dipromosikan melalui berbagai media massa. Anak lebih mudah menyerap informasi dari TV sebagai media elektronik, yang biasanya paling awal diperkenalkan oleh lingkungan keluarga. Jika terlalu lama menonton TV, kemungkinan anak menjadi korban iklan makin besar. Hal ini akan berisiko jika pangan jajanan yang disukai anak, membahayakan kesehatan jika terus dikonsumsi.

Kita harus sedini mungkin menanamkan pola hidup sehat, terutama diawali dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bersih, aman, dan tidak menimbulkan penyakit. Sepanjang akhir tahun 2010 dan awal tahun 2011 ini, terjadi keracunan makanan dan minuman pada anak sekolah di beberapa daerah, di Indonesia. Bahkan ada seorang anak yang sampai meninggal dunia (14 Februari 2011) setelah meminum minuman ringan yang dibeli di warung dekat rumahnya. Apalagi kalau bukan akibat pangan jajanan. Memang tidak semua jajanan berbahaya, tetapi melihat kasus-kasus yang ada masihkah kita dapat tenang-tenang saja saat kesehatan anak terancam dengan keamanan pangan jajanan?

Badan POM (2010) melakukan suatu penelitian mengenai jajanan anak sekolah. Hasilnya cukup mengkhawatirkan, sebab diketahui bahwa sebesar 45% dari 2.984 sampel jajanan anak sekolah, mengandung zat-zat berbahaya. Oleh sebab itu, kita harus mengetahui zat-zat berbahaya apa saja yang kemungkinan dikonsumsi anak melalui pangan jajanan. Akan lebih baik jika kita menyediakan camilan sehat sebagai pengganti pangan jajanan yang dibeli di luar rumah. Selain lebih sehat, hubungan antar anak dan orang tua dapat terjalin lebih baik. Hal ini dikarenakan membuat makanan atau memasak untuk anak merupakan penyaluran kasih sayang.

Jadi, tunggu apa lagi? Mari kita sajikan makanan dan minuman sehat untuk anak. Dimulai dengan mengurangi jajan di luar rumah. Sediakan camilan bergizi seimbang, aman, dan bersih di rumah. Ajak anak untuk menentukan camilan sehat yang diinginkan. Kesehatan anak saat ini, menentukan masa depan bangsa di kemudian hari.




DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Hidajat, Noenoek dan Diana Damayanti. 30 Camilan Paling Diminati Anak. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Nuraini, Henny. 2007. Memilih & Membuat Jajanan Anak yang Sehat & Halal. Jakarta: QultumMedia.
Supariasa, I Dewa Nyoman dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
TimDapurDeMedia. 2008. Aneka Jajanan & Minuman Populer. Jakarta: DeMedia.

Internet dan lainnya:
Admin. Keamanan Pangan untuk Meningkatkan Kesehatan Petani SPFS. Diakses dari http://database.deptan.go.id pada 14 Maret 2011.
Admin. 2002. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Diakses dari http://www.kpi.go.id pada 24 Maret 2011.
Admin. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Diakses dari http://dinkes-sulsel.go.id pada 28 Februari 2011.
Admin. 2010. Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun dalam Pangan. Diakses dari http://pendidikantech.blogspot.com pada 14 Maret 2011.
Admin. 2010. 3 Bakteri Penyebab Keracunan Makanan. Diakses dari http://majalahkesehatan.com pada 16 Maret 2011.
Admin. 2011. Bocah Tewas Keracunan Jajanan. Diakses dari http://www.waspada.co.id pada 26 Februari 2011.
Admin. 2011. Kyaraben Workshop. Diakses dari http://sekolahtetum.org pada 28 Maret 2011.
Admin. 2011. Virus-virus yang Terdapat dalam Makanan. Diakses dari http://www.food-info.net pada 16 Maret 2011.
Admin. 2011. Waspadai Bahan Tambahan Makanan. Diakses dari http://www.lizaherbal.com pada 14 Maret 2011.
Anonim. Bahan Tambahan Pangan. Diakses dari http://www.diskes.jabarprov.go.id pada 14 Maret 2011.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2003. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, dan Bahan Berbahaya.
Badan POM RI. 2007. Food Watch, Sistem Keamanan Pangan Terpadu:Jajanan Anak Sekolah. Diakses dari http://www.pom.go.id pada 28 Februari 2011.
Devianti, dkk. Bahan Pewarna Makanan. Diakses dari http://catatankimia.com pada 14 Maret 2011.
Dewi, Shintya Sari. 2010. Kecukupan Energi dan Protein Serta Sumbangan Energi dan Protein dari Makanan Jajanan pada Anak SD Negeri No. 060822 Kecamatan Medan Area. Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Fermia P, Intan. 2008. Gambaran Konsumsi Makanan Ringan pada Anak Sekolah di SD Cakra Buana Depok. Depok: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hayati, Mawar. 2009. Pengaruh Peer Edukasi Tentang Jajanan Sehat Terhadap Perilaku Anak Usia Sekolah di Kota Lhokseumawe Nanggroe Aceh Darussalam. Depok: Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Handayani, Nila. Peran Orang Tua, Sekolah, dan Pedagang pada Makanan Jajanan Anak. Diakses dari http://jurnal.pdii.lipi.go.id pada 03 Maret 2011.
Judarwanto, Widodo. 2009. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses dari http://www.pdpersi.co.id pada 08 Maret 2011.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya: Jakarta.
Noorastuti, Pipiet Tri & Mutia Nugraheni. 2011. Jarang Sarapan Picu Penyakit Jantung?. Diakses dari http://kosmo.vivanews.com pada 29 Maret 2011.
Priska, Siagian. Membuat Anak Makan Sehat dengan Sukarela. Diakses dari http://www.preventionindonesia.com pada 16 Maret 2011.
Purtiantini. 2010. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mengenai Pemilihan Makanan Jajanan dengan Perilaku Anak Memilih Makanan di SDIT Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura. Surakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
Purwantiningsih, Emma. 2006. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Jenis Makanan Jajanan di Sekolah Studi pada Siswa SDN Gemolong 2 Kecamatan Gemolong Kabupaten Sragen. Diakses dari http://eprints.undip.ac.id pada 02 Februari 2010.
Raharjo, Teguh Budi. 2008. Pengaruh Iklan Makanan Ringan Terhadap Sikap Konsumtif Anak-anak SD. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat, UNILA diakses dari http://galuhindrawati.site50.net pada 08 Maret 2011.
Suci, Eunike Sri Tyas. 2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya.
Supriadi, Kuat. 2006. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Iklan Makanan Jajanan di Televisi dengan Pemilihan Makanan Jajanan Untuk Anak Balita Di Desa Karangtengah Kecamatan Sampang Kabupaten Cilacap. Diakses dari http://digilib.unimus.ac.id pada 01 Februari 2010.
Susilo, Wiwik. Jangan Biarkan Anak Jajan Sembarangan. Diakses dari http://berita.liputan6.com pada 28 Februari 2011.
Tarsidi, Didi. Peranan Hubungan Teman Sebaya dalam Perkembangan Kompetensi Sosial Anak. Diakses dari http://file.upi.edu pada 08 Maret 2011.
Yulianingsih, Pratiwi. 2009. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Sikap Anak Sekolah Dasar dalam Memilih Makanan Jajanan di Madrasah Ibtidaiyah Tanjunganom, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar