3.
BERKENALAN
DENGAN JAJANAN
A. Definisi Jajanan
Dalam keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 dijelaskan pengertian dari
makanan jajanan, yaitu “Makanan dan
minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.”
Menurut organisasi pangan dunia (FAO/Food and Agriculture Organization) dalam Judarwanto (2009),
makanan jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima (street food) didefisinikan sebagai “Makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki
lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan
atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.”
Selanjutnya Hayati (2009)
mengutip dari Winarno (2007) yang mengartikan makanan jajanan adalah “Jenis makanan yang dimakan sepanjang hari,
sebagai hiburan, tidak terbatas pada suatu waktu, tempat dan jumlah yang
dikonsumsi.” Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
makanan/pangan jajanan adalah beberapa jenis makanan dan minuman yang diolah
dan dipersiapkan oleh pedagang/pengrajin makanan untuk dijual di tempat-tempat
umum (sekolah, pinggir jalan/keliling, tempat hiburan, dan lain-lain.), serta
dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen (pembeli) tanpa dibatasi oleh waktu,
tempat, dan jumlah jajanan yang dikonsumsi.
Meskipun tidak ada waktu khusus mengkonsumsi
makanan jajanan, biasanya masyarakat Indonesia ngemil antara pukul 09.00 – 10.00 (waktu anak istirahat sekolah),
dan pukul 16.00 – 17.00 (waktu anak bermain/pulang sekolah) di sore hari.
Beberapa orang dewasa yang terbiasa begadang
atau bekerja di shift malam, biasanya juga mengkonsumsi camilan atau sekedar
minum secangkir minuman hangat di tengah malam. Untuk membeli makanan di tengah
malam biasanya dengan menunggu pedagang yang berkeliling di lingkungan
perumahan. Namun sekarang sangat mudah mendapatkan makanan atau minuman karena
banyak yang membuka rumah makan atau restoran selama 24 jam, disertai dengan
layanan pesan antar.
Jajanan dapat
berfungsi membantu memenuhi kebutuhan energi dan protein untuk anak, terutama
mereka yang mengalami kesulitan makan, pada anak sekolah yang lebih banyak
beraktivitas fisik di sekolah atau tidak mau sarapan. Meski tidak semua jajanan
aman untuk dikonsumsi, faktanya makanan jajanan kaki lima yang dikonsumsi oleh
anak sekolah, memberikan asupan energi sebanyak 36%, protein sebesar 29% dan
zat besi sekitar 52% (Judarwanto, 2009).
Selain itu
pangan jajanan dapat berperan dalam mengenalkan keanekaragaman jenis pangan
kepada anak. Namun, bukan sembarang jajanan. Makanan jajanan harus memenuhi
beberapa syarat (http://sdmudakreatif.sch.id),
di antaranya: sehat, yaitu memenuhi kebutuhan gizi anak; bersih atau terbebas
dari kotoran; dan aman karena tidak mengandung zat-zat yang berbahaya.
B. Jenis Jajanan
Jajanan dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis, berdasarkan beberapa hal, seperti alasan kesehatan,
berdasarkan jenis makanan, dan rasa makanan. Jenis jajanan berdasarkan
hubungannya dengan kesehatan:
1) Jajanan Sehat (Jajanan yang Aman
untuk Dikonsumsi)
Jajanan dikatakan
sehat apabila terjamin aspek kebersihan, terbebas dari zat-zat berbahaya, dan
tidak menyebabkan keracunan atau penyakit.
2) Jajanan Tidak Sehat (Jajanan yang
Tidak Aman untuk Dikonsumsi)
Beberapa contoh dari
jajanan yang tidak aman untuk dikonsumsi di antaranya: kue yang disajikan
terbuka tanpa bungkusan, jajanan yang disajikan tidak dalam keadaan hangat,
tercemar bakteri dan mikroorganisme lainnya, atau sengaja ditambahkan dengan
bahan-bahan kimia yang berbahaya. Bahan pencemar terbagi menjadi tiga kelompok:
·
Bahaya
fisika: tanah, batu, plastik, rambut, dan lain-lain.
· Bahaya
biologis: bakteri atau binatang berukuran kecil, yang dapat mencemari makanan
karena pemasakan yang kurang tepat atau kondisi lingkungan yang kotor.
·
Bahaya
kimia: zat-zat kimia yang seharusnya tidak digunakan pada makanan atau minuman,
seperti pewarna tekstil, formalin, pemutih, boraks, zat pemutih, dan
lain-lain).
Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi mengkategorikan makanan jajanan menjadi tiga kelompok:
1) Makanan jajanan berbentuk
panganan, seperti kue-kue kecil, pisang goreng, dan sebagainya.
2) Makanan jajanan yang diporsikan
(berupa menu utama), seperti nasi goreng, mie bakso, pecel, dan sebagainya.
3) Makanan jajanan berbentuk
minuman, seperti jus buah, es krim, es buah, dan sebagainya.
Berdasarkan rasa makanan jajanan,
Tarwotjo (1998) dalam Sari (2010) membagi ke dalam dua jenis:
1) Makanan jajanan dengan rasa
manis.
Jenis yang satu ini dapat
dibedakan lagi berdasarkan cara memasaknya, yaitu menjadi makanan jajajan basah
dan makanan jajanan kering. Makanan jajanan basah seperti: aneka bubur (bubur
sum-sum dan bubur candil); aneka kolak (kolak pisang, kolak ubi, dan
kolang-kaling); aneka kue yang dikukus (putu mayang, nagasari, dan bolu kukus);
dan jajanan yang direbus (agar-agar, ongol-ongol, dan klepon). Sedangkan makanan jajanan kering
biasanya berupa aneka goreng-gorengan (pisang goreng dan ubi goreng), dan aneka
kue yang dipanggang (kue bolu dan kue lumpur).
2) Makanan jajanan dengan rasa asin.
Berupa makanan dengan rasa gurih
(asin), seperti: lumpia, risol, lemper, dan aneka gorengan dengan rasa asin
seperti bakwan dan tahu goreng. Makanan jajanan berupa keripik atau chiki biasanya disukai anak karena
kandungan penyedap rasa yang cukup banyak.
C.
Jenis
dan Dampak dari Zat-zat & Mikroorganisme Berbahaya yang Terkandung dalam
Jajanan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(Badan POM) mengungkapkan bahwa 45% dari 2.984 sampel jajanan anak sekolah,
mengandung zat-zat yang berbahaya (Badan POM RI, 2010). Zat-zat berbahaya
tersebut terdiri dari zat-zat kimia, bahan fisika, dan cemaran biologis berupa
mikroorgnisme.
Zat-zat kimia yang terdapat dalam
makanan jajanan biasanya sengaja ditambahkan dalam proses pengolahannya, dengan
tujuan tertentu. Zat-zat tersebut biasa disebut sebagai zat tambahan makanan
atau BTP (Bahan Tambahan Pangan). BTP adalah “Bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari
bahan baku pangan, yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat
atau bentuk pangan. BTP terdiri dari bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat, dan pengental” (Badan POM RI, 2003).
Namun, tidak semua produsen
menggunakan BTP sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya
menggunakan bahan pengawet melebihi batas aman penggunaan. Bahkan beberapa
produsen menggunakan zat-zat kimia yang dilarang penggunaannya untuk makanan
dan minuman. Padahal jika hal itu terjadi akan berdampak buruk bagi kesehatan
tubuh konsumen, baik dalam jangka waktu yang singkat atau jangka waktu panjang.
Berikut ini beberapa bahan
tambahan yang diizinkan untuk digunakan, berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan
Makanan:
1) Antioksidan
Antioksidan
berperan untuk mencegah atau mengharnbat terjadinya proses oksidasi. Oksidasi
adalah suatu keadaan ketika oksigen berinteraksi dengan zat tertentu, dan
biasanya memiliki efek merusak. Seperti buah-buahan membusuk, atau makanan
beraroma tengik (tidak sedap) karena oksidasi lemak yang terkandung dalam
makanan. Beberapa bahan yang biasa digunakan sebagai antioksidan: asam askorbat, asam eritorbat, askorbil
palmitat, askorbil stearat, butil hidroksianisol, butil hidroksitoluen, dan tokoferol.
2) Anti Kempal
Anti
kempal digunakan untuk mencegah memadatnya makanan yang berbentuk serbuk
(bubuk). Biasanya digunakan untuk susu bubuk, tepung terigu, gula pasir, dan
lain-lain. Jenis-jenis antikempal: aluminium
silikat, kalsium aluminium silikat, kalsium silikat, magnesium karbonat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.
3) Pengatur Keasaman
Bahan
pengatur keasaman biasa ditambahkan pada soda kue, makanan bayi, udang, daging,
kepiting, minuman ringan, coklat dan coklat bubuk. Pengatur keasamanan
digunakan untuk mengasamkan, menetralkan, atau mempertahankan derajat keasaman
dari makanan atau minuman tertentu. Beberapa jenis pengatur keasamanan yang
biasanya digunakan, yaitu: asam
sitrat, asam laktat, kalium bikarbonat,
dan natrium bikarbonat.
4) Pemanis Buatan
Pemanis
buatan yang biasa digunakan di antaranya: siklamat,
sakarin, sorbitol, dan aspartam. Penggunaannya tidak boleh melebihi batas,
untuk siklamat berkisar antara 500 mg
– 3 g/kg bahan pangan, dan untuk sakarin
sebanyak 50 mg – 300 mg/kg bahan pangan. Jika dikonsumsi secara berlebihan
dapat menimbulkan efek samping berupa batuk, radang tenggorokan, dan nyeri saat
menelan.
Pemanis
alami yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah gula. Namun,
biasanya produsen makanan menambahkan pemanis buatan dengan tujuan menambah
tingkat/rasa manis, dengan melakukan penghematan karena harganya tidak semahal
gula alami. Sedangkan untuk alasan medis, pemanis buatan diberikan ke dalam
makanan atau minuman bagi penderita diabetes, karena pemanis buatan tidak
mengandung kalori.
5) Pemutih dan Pematang Tepung
Untuk
memperbaiki mutu pemanggangan, biasanya digunakan bahan tambahan yang dapat
mempercepat proses pemutihan dan pematangan pada berbagai jenis makanan dengan
bahan baku tepung (roti, kue, kraker dan biskuit). Jenis pemutih dan pematang
tepung: asam askorbat dan natrium
stearoil-2-laktat. Penggunaan pemutih dan pematang tepung juga dianggap
dapat meningkatkan penjualan, karena penampilan makanan yang menarik biasanya
mengundang lebih banyak pembeli.
6) Pengemulsi, Pemantap dan
Pengental
Merupakan
bahan tambahan makanan yang dapat membantu menstabilkan bentuk produk pangan,
sehingga tidak meleleh dan tidak terpisah antara bagian lemak dan air. Biasanya
digunakan untuk membuat es krim, sirup, saus sardin, kaldu, jeli, yoghurt dan
keju olahan. Agar, alginat, dekstrin,
gelatin, gum, karagen, lesitin, pektin, dan pati asetat, merupakan
jenis-jenis bahan pengemulsi, pemantap dan pengental.
7) Pengawet
Bahan
pengawet digunakan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, dan penguraian
lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sari buah, kecap,
saus tomat, minuman ringan, roti, keju olahan, margarin, daging olahan (kornet,
sosis, daging beku), dan jeli biasanya diberikan bahan pengawet. Jenis-jenis
dari bahan pengawet yang biasa digunakan pada industri pangan: kalium benzoat, asam benzoat, natrium
benzoat, nisin, dan kalium propionat. Penggunaan melebihi batas yang
dianjurkan dapat mengakibatkan penumpukan zat-zat tersebut di dalam tubuh, dan akan
meningkatan risiko timbulnya penyakit seperti kanker.
8) Pengeras
Pengeras
digunakan untuk memperkeras makanan atau mencegah makanan menjadi lunak.
Contohnya yaitu: kalsium glukonat,
kalsium karbonat, kalsium klorida, kalsium sulfat, dan lain-lain. Pengeras
yang biasa digunakan untuk buah atau sayur yang dikalengkan/dalam botol, jeli,
serta berbagai olahan daging dan ikan dalam kaleng.
9) Pewarna
Pemberian
bahan pewarna dimaksudkan untuk membuat tampilan makanan menjadi menarik, atau
untuk mengatasi perubahan warna saat makanan disimpan. Bahan pewarna alami yang
aman digunakan untuk makanan atau minuman, di antaranya: karamel (pada gula), beta-karoten
(dapat ditemukan dalam wortel/sayur berwarna merah dan oranye), klorofil (terdapat pada sayur/tumbuhan
berwarna hijau), dan kurkumin.
Penggunaan
pewarna alami memang tidak memberikan efek yang menarik pada pangan jajanan,
tetapi tentu saja tidak menimbulkan efek samping untuk kesehatan. Saat
mengalami proses pemasakan warna alami akan pudar, sedangkan dengan menggunakan
pewarna buatan, warna dari pangan jajanan tetap terlihat cerah. Beberapa contoh
dari pewarna buatan, yaitu: biru berlian,
eritrosin (menghasilkan warna merah),
kuning kuinolin, dan indigotin.
10) Penyedap Rasa
Inilah
bahan yang dapat memanjakan lidah karena kelezatan makanan yang kita konsumsi.
Penyedap rasa digunakan untuk mempertegas rasa dan aroma makanan. Jenis
penyedap rasa yang paling terkenal yaitu vetsin yang mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat). Jika terlalu
banyak mengkonsumsi penyedap rasa dapat menimbulkan rasa mual dan pusing,
gangguan lambung, dan gangguan tidur. Selain itu MSG juga dapat memicu tekanan
darah tinggi (hipertensi), jantung berdebar, asma, kanker, diabetes, dan
penurunan kecerdasan.
Untuk
masakan yang dibuat sendiri di rumah, sebaiknya menggunakan gula dan garam
sebagai penyedap rasa alami, namun penggunaannya secukupnya saja, tidak boleh
berlebihan. Badan kesehatan sedunia (WHO/World Health Organization)
membatasi konsumsi MSG pada orang dewasa (berat badan 50 kg), hanya 6 gram atau
sekitar 2 sendok teh per hari. Bagaimana apabila anak kita mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung MSG? Tentu dampak yang ditimbulkan akan lebih parah
bukan?
11)
Sekuestran
Digunakan
untuk mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Dengan demikian akan memantapkan
warna, aroma dan tekstur makanan. Contoh penggunaan sekuestran pada produk
daging kepiting dan udang kalengan, ikan beku, minyak, margarin, kaldu, dan es
krim. Beberapa jenis dari bahan pengikat ion logam pada makanan, yaitu: asam fosfat, isopropil sitrat, monokalium
fosfat, natrium pirofosfat, dan sebagainya.
Kita harus waspada terhadap
pangan yang telah dicampur oleh bahan tambahan tertentu yang terlarang
digunakan, di antaranya:
1) Rhodamin B dan Metanil Yellow
Rhodamin B dan metanil yellow merupakan bahan
pewarna buatan yang berbahaya (PERMENKES NO. 239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat
Warna Tertentu yang Dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya). Namun ada saja
produsen yang menggunakannya dengan alasan harga lebih murah, dan menghasilkan
warna lebih menarik pada makanan dan minuman.
Rhodamin B biasa digunakan sebagai pewarna kertas, dan sering disalahgunakan
untuk mewarnai saus, kerupuk, kue-kue basah, dan sirup. Makanan atau minuman
yang mengandung rhodamin B terlihat
lebih mencolok warna merahnya dibandingkan makanan atau minuman sejenis yang
diberi pewarna khusus untuk bahan pangan. Efek samping yang ditimbulkan dari
pewarna kertas ini, di antaranya: gangguan pada saluran pernafasan (terhirup);
gangguan pada kulit; mata kemerahan, dan kelopak mata membengkak (jika mengenai
mata); serta keracunan dan air seni yang berwarna merah atau merah muda, jika
mengkonsumsi pangan mengandung pewarna terlarang ini.
Sedangkan
metanil yellow (pada tahu dan
kerupuk) adalah pewarna yang sebenarnya digunakan untuk tekstil (kain), cat
kayu, dan cat lukis. Jika metanil yellow
mengenai kulit, maka akan terjadi iritasi kulit. Pada mata dapat menyebabkan
gangguan penglihatan. Dapat pula menyebabkan gangguan pernapasan jika terhirup,
sedangkan jika tertelan dapat menimbulkan peradangan pada jaringan dan
kerusakan ginjal. metanil yellow dan rhodamin B yang sering dikonsumsi dalam
pangan jajanan, dapat menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan risiko
penyakit kanker.
2) Boraks
Boraks adalah suatu senyawa berbentuk padat,
dan akan berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat
jika dilarutkan ke dalam air. Dalam bentuk larutan, boraks disebut juga dengan
nama “Bleng” atau “Gendar”. Boraks memiliki sifat pembunuh kuman,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan obat-obatan (salep, bedak),
cairan pembersih dan pengawet kayu.
Namun, disalahgunakan untuk pembuatan makanan
(baso, mie basah, pisang molen, lemper, buras, siomay, lontong, ketupat, dan
pangsit). Makanan yang mengandung boraks akan terlihat lebih menarik daripada
makanan yang tidak ditambahkan boraks, dan akan terasa sangat kenyal ketika
dimakan.
Dalam jangka waktu yang
singkat, boraks dapat menimbulkan keracunan dengan gejala-gejala berikut:
pusing, badan lemas, mual dan muntah, diare, kram perut, depresi sistem saraf
pusat (kejang). Sedangkan dalam jangka panjang, boraks akan menumpuk di dalam
tubuh.
Kadar boraks terbesar
biasanya ditemukan di otak sebagai sistem saraf pusat, dan hati sebagai organ
yang berfungsi menetralkan racun. Jika sudah terjadi
penumpukan boraks di dalam tubuh, kerja hati menjadi semakin berat, dan
memungkinkan timbulnya penyakit kanker, bahkan kematian.
3) Formalin
Pengawet
terlarang untuk makanan selanjutnya adalah formalin. Penggunaan formalin
sewajarnya untuk mengawetkan mayat atau organ tubuh manusia (kepentingan
medis), antiseptik (pembunuh kuman), dan penghilang bau. Tetapi demi
kepentingan dan keuntungan produsen, banyak pihak yang menggunakan formalin
untuk mengawetkan tahu, ikan, dan mie basah.
Ada
cara khusus untuk mengetahui makanan yang diberi formalin, yaitu mencium aroma
bahan makanan. Jika kita mencium bau yang menyengat, maka kemungkinan besar
bahan makanan tersebut telah mengandung formalin. Dari penampilannya, bahan
makanan yang berformalin akan lebih awet (tahan lama/tidak cepat busuk)
meskipun tidak disimpan dalam lemari pendingin, tidak dihinggapi lalat, dan
jika ditekan akan terasa lebih kenyal dan tidak mudah hancur daripada bahan
makanan yang bebas formalin.
Uap
formalin yang terhirup dapat menyebabkan peradangan (iritasi) pada saluran
pernapasan, hidung, dan mata. Jika terkena kulit dapat menimbulkan peradangan
kulit (dermatitis). Penggunaan formalin dalam bahan makanan juga dapat
menyebabkan diare, muntah darah, kejang-kejang, kencing darah, kanker
paru-paru, dan kematian.
4) Asam Salisilat
Aspirin merupakan nama lain dari asam salisilat, yang bermanfaat sebagai
anti jamur (bedak dan salep untuk penyakit kulit), anti ketombe (ditambahkan
pada shampo), penurun panas (obat pereda demam), penghilang rasa sakit (obat
sakit gigi dan sakit kepala), dan obat penyakit jantung.
Dalam industri
pangan, asam salisilat biasanya digunakan untuk mengusir hama pada sayur, dan
mencegah jamur pada buah-buahan. Zat berbahaya ini akan meninggalkan residu
(ampas/endapan) yang masuk ke dalam jaringan buah dan sayur. Maka meski sudah
dicuci bersih, kandungan asam salisilat akan ikut terbawa masuk ke
dalam saluran pencernaan orang yang mengkonsumsinya.
Asam
salisilat dapat
menyebabkan nyeri, mual, dan muntah, karena bersifat mengiritasi jaringan tubuh
ketika dihirup atau ditelan. Selain itu apabila kandungan asam salisilat berlebihan
di dalam tubuh, akan memicu pengerasan dinding pembuluh darah, dan kanker pada
saluran pencernaan.
5) Dietilpirokarbonat (DEPC)
DEPC
biasanya digunakan pada susu, bir, jus jeruk, dan berbagai jenis minuman
lainnya, yang berfungsi sebagai bahan pengawet. Tujuannya untuk memperpanjang
masa simpan suatu produk dengan mencegah peragian (fermentasi) minuman
beralkohol dan non-alkohol. DEPC termasuk zat karsinogenik (pemicu kanker),
maka jika menumpuk dalam tubuh dalam jangka waktu yang panjang dapat
menimbulkan kanker.
6) Dulsin
Dulsin berperan
sebagai pemanis buatan, dengan tingkat rasa manis mencapai 250 kali daripada
gula tebu. Inilah alasan para produsen nakal yang berani menggunakan dulsin
pada pangan jajanan, yaitu meminimalisir modal yang dikeluarkan untuk memberi
rasa manis pada dagangannya. Sejak tahun 1954, Dulsin ditarik dari peredaran
bahan pemanis buatan karena terbukti memicu penyakit kanker. Hal tersebut
diketahui setelah dilakukan percobaan terhadap hewan yang diberikan senyawa
dulsin.
7) Kalium Bromat
Seperti bahan
tambahan pangan yang terlarang sebelumnya, kalium
bromat juga bersifat karsinogenik.
Oleh sebab itu penggunaannya dilarang dalam pembuatan roti. Makanan (roti) yang
ditambahkan kalium bromat akan memiliki tekstur yang lebih
bagus dan menarik. Pemakaian Kalium bromat
yang terlalu banyak tidak akan hilang meskipun adonan roti telah melalui proses
pemanasan.
8) Kalium Klorat
Kalium
klorat berbentuk
kristal transparan, digunakan sebagai bahan pemutih yang dicampur dalam
desinfektan, obat kumur, pasta gigi, sebagai bahan pembuat korek api, dan
mencetak tekstil.
Makanan yang
mengandung kalium klorat dapat
menyebabkan mual, muntah, diare, dan iritasi saluran pencernaan. Sedangkan
dampak jangka panjang dari paparan kalium
klorat, di antaranya: kelainan darah,
kerusakan ginjal dan hati, iritasi kulit mata, dan iritasi saluran pernapasan.
9) Kloramfenikol
Penyalahgunaan kloramfenikol biasanya digunakan untuk
mengawetkan udang segar. Padahal kloramfenikol
adalah salah satu antibiotik sebagai obat dari infeksi dari bakteri seperti salmonella dan meningitis. Selain bersifat karsinogenik, Kloramfenikol juga dapat menyebabkan tidak normalnya produksi sel
darah, karena zat tersebut bekerja pada sum-sum tulang (tempat produksi sel-sel
darah).
10) Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
Minyak
nabati yang dibrominasi adalah minyak nabati yang memiliki unsur bromin. Bahan
ini digunakan sebagai penyedap rasa dan aroma pada minuman ringan (softdrink). Dampak
negatif mengkonsumsi minuman yang mengandung minyak nabati yang dibrominasi,
yaitu menimbulkan reaksi alergi, kelelahan, kehilangan koordinasi otot, sakit
kepala, dan hilang ingatan.
11) Nitrofurazon
Senyawa
ini memiliki sifat bakterisida (dapat membunuh/membasmi bakteri) pada hewan,
yang biasanya digunakan dalam pakan ternak. Berdasarkan hasil penelitian yang
diuji coba pada tikus, menunjukkan bahwa pemberian secara oral (lewat mulut)
dapat menyebabkan lesi (kelainan) pada kulit dan infeksi kandung kemih.
Bahaya fisika yang dapat
mengkontaminasi pangan jajanan: tanah, batu, rambut, isi stapler, dan
lain-lain. Bahan-bahan tersebut mencemari makanan dan minuman pada saat proses
pengolahan, pemasakan, penyimpanan, penyajian, atau bahkan sesaat sebelum
dikonsumsi.
Untuk mengurangi risiko
pencemaran, sebaiknya produsen atau penjual makanan mengikat rambutnya atau
memakai penutup kepala (topi, jaring rambut, atau kerudung/kain). Jika rambut
kepala dibiarkan terurai, dikhawatirkan ada rambut yang rontok dan kemudian
masuk ke dalam makanan atau minuman yang sedang dibuat.
Lingkungan pembuatan makanan dan
penjualan pangan jajanan juga harus dipastikan jauh dari bahan-bahan cemaran
fisika berupa batu dan tanah. Makanan yang dibungkus dengan plastik biasanya
menggunakan stapler, dan seringkali anak tidak hati-hati saat membuka plastik
kemasan tersebut. Apabila isi stapler masuk ke dalam makanan, akan berbahaya
ketika isi stapler tertelan.
Bahaya biologis merupakan bahaya
yang ditimbulkan dari cemaran bakteri, virus, dan parasit yang dapat
menimbulkan penyakit atau gangguan pada kesehatan. Bahan pangan yang rawan
terkontaminasi oleh bahan biologis, biasanya bersifat mengandung kadar air
(lembab atau basah) dan memiliki suhu rendah (dingin/tidak dikonsumsi dalam
keadaan hangat). Cemaran biologis dapat berasal dari air, udara, dan lingkungan
sekitar tempat bahan pangan dibuat, disajikan, atau dijual. Semakin kotor suatu
lingkungan, semakin banyak pula organisme yang merugikan kesehatan, berkembang
biak di sekitar kita.
Terdapat sekitar 250 jenis
bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Tetapi kasus keracunan yang
terjadi pada umumnya disebabkan oleh bakteri: Clostridium botulinum (dapat ditemukan dalam makanan kaleng dan
makanan bayi), Salmonella gastro (terdapat
pada daging, susu, telur, serta buah dan sayur yang tidak dicuci bersih), dan Escherichia coli (biasa ditemukan
dalam daging kurang matang ketika proses pemasakan).
Virus yang sering ditemukan dalam
makanan, di antaranya: virus hepatitis A, norovirus, dan rotavirus. Penyakit
hepatitis ditandai dengan gejala demam, lemas, nafsu makan hilang disertai rasa
tidak nyaman pada bagian perut, beberapa hari kemudian mata dan kulit akan
tampak menguning. Virus hepatitis A biasa ditemukan pada susu dan hasil
olahannya, buah atau sari buah, sayur, kerang, makanan dan minuman yang disajikan
dalam keadaan dingin.
Orang yang terinfeksi norovirus
akan mengalami mual, muntah, diare, sakit kepala, dan demam ringan. Norovirus
biasanya terdapat dalam makanan yang dikonsumsi dalam keadaan mentah atau
setengah matang, seperti kerang dan bahan-bahan salad (sayuran). Infeksi
rotavirus mengakibatkan diare, muntah-muntah, dan demam. Rotavirus juga biasa
ditularkan melalui makanan yang dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu (buah
dan salad), karena virus ini dapat dibasmi dengan pemanasan di atas 70 oC.
Cacing dapat menginfeksi
seseorang melalui perantara makanan, terutama makanan jajanan yang diolah dan
dijual di lingkungan yang kotor. Beberapa jenis cacing yang rawan menginfeksi
anak-anak, di antaranya: cacing gelang, cacing kremi (penyakitnya biasa disebut
kremian), dan cacing tambang.
Perilaku yang tidak sehat seperti
malas cuci tangan dengan sabun, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penularan infeksi cacing dari satu anak ke anak lainnya. Maka sebaiknya sejak
kecil berikan obat anti cacing pada anak setiap enam bulan sekali. Selain itu
menjaga lingkungan dan diri sendiri tetap bersih, sehingga tidak mudah
terinfeksi oleh parasit.
Anak sebaiknya diajarkan untuk selalu
mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan, terutama setelah buang
air, dan setelah bermain. Saat bermain, biasanya anak tidak perduli pada
kebersihan lingkungan bermainnya. Walaupun kita mengetahui bahwa anak bermain
di dalam rumah, tetapi kita tidak selalu mengetahui semua benda yang disentuh
saat bermain. Maka sebagai upaya pencegahan penyakit, sangat penting mencuci
tangan dengan sabun sebelum dan sesudah beraktivitas.
Makanan atau minuman yang tidak
ditutup atau tidak dikemas, akan meningkatkan kemungkinan bahan biologis
mencemarinya. Perilaku yang tidak bersih dari penjamah makanan, juga
mempengaruhi kebersihan pangan jajanan. Mencuci tangan dengan sabun sebelum
menyentuh bahan pangan, atau menggunakan sendok atau alat lain (penjepit makanan
dan sarung tangan) saat mengambil makanan lebih higienis daripada mengambil
dengan tangan langsung tanpa alat. Membeli makanan atau minuman yang dijual di
pinggir jalan, juga harus dihindari karena dengan mudah debu, kotoran, atau
polusi udara dari gas buang kendaraan akan menimbulkan gangguan kesehatan jika
mencemari pangan jajanan.
Pemasakan yang kurang tepat pada
beberapa jenis makanan juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi bakteri atau
virus yang terkandung dalam bahan makanan. Inilah sebabnya mengapa memasak
telur, daging, ikan, dan bahan pangan lainnya harus benar-benar matang. Sebagai
contoh yaitu salah satu cara pencegahan terinfeksi virus flu burung, adalah
tidak mengkonsumsi telur atau daging ayam/hewan unggas lainnya sebelum dimasak
sampai matang.
Bahan cemaran yang mengkontaminasi bahan pangan
ada dimana-mana. Maka yang dapat kita lakukan adalah menjaga diri dan keluarga
dari ancaman bahaya makanan dan minuman yang tidak aman dikonsumsi. Mengurangi
kebiasaan membeli hidangan utama atau pangan jajanan di luar rumah, dan memasak
sendiri makanan untuk keluarga akan mengurangi risiko keracunan bahan tambahan
pangan atau mikroba penyebab penyakit.
teriamakasih banyak, sangat menarik sekali pembahasannya...
BalasHapus