1.
BUKAN
SEMBARANG JAJAN
“Bunda, minta uang
jajan dong” atau “Kenapa sih aku nggak boleh jajan disana?
Teman-temanku jajan di sana juga kok”
Pernahkah kita mendengar pernyataan tersebut keluar dari bibir mungil sang buah
hati? Hampir semua orang tua mendapatkan masalah yang muncul ketika anak-anak
mulai mengenal berbagai jajanan yang belum dapat dipastikan keamanan dan
kandungan gizinya.
Anak-anak dan remaja merupakan kategori usia yang termasuk dalam masa pertumbuhan. Apabila pada masa pertumbuhan ini kondisi kesehatan dan asupan gizinya bermasalah, maka kemungkinan menderita penyakit di usia dewasa akan lebih besar dibandingkan anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan kesehatan yang optimal.
Anak-anak dan remaja merupakan kategori usia yang termasuk dalam masa pertumbuhan. Apabila pada masa pertumbuhan ini kondisi kesehatan dan asupan gizinya bermasalah, maka kemungkinan menderita penyakit di usia dewasa akan lebih besar dibandingkan anak-anak yang tumbuh dan berkembang dengan kesehatan yang optimal.
Banyak hal yang
menyebabkan gangguan kesehatan pada masa pertumbuhan. Salah satunya adalah
asupan makanan atau kuantitas dan kualitas gizi yang masuk ke dalam tubuh.
Berkaitan dengan asupan makanan, berbagai jenis jajanan sudah dikenal dan
digemari oleh anak sejak balita sampai usia sekolah. Bahkan kebiasaan jajan
dapat berlanjut sampai usia remaja dan dewasa. Apabila jenis jajanan yang
dikonsumsi mengandung zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh, tentu tidak menjadi
masalah yang berarti. Sebaliknya jika terlalu banyak mengkonsumsi aneka jajanan
yang mengandung zat-zat berbahaya bagi tubuh, maka akan menjadi malapetaka bagi
masa depan ananda tercinta.
Untuk anak-anak yang
masih mendapat perhatian penuh dari orang tua (sekitar usia 1 – 5 tahun), tentu
jajanan yang dikonsumsi anak masih bisa diawasi dan ditentukan oleh orang tua
atau pengasuh. Namun, pada anak usia sekolah berisiko lebih besar untuk
mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Hal ini dikarenakan pengaruh lingkungan
teman sebaya atau iklan di media massa yang mengiklankan berbagai jajanan
dengan penampilan yang menarik. Walaupun orang tua dan guru sudah mengingatkan
untuk tidak jajan sembarangan, rasa ingin tahu anak dapat mengalahkan nasihat
tersebut.
Jajanan adalah pangan
(makanan dan minuman) yang termasuk dalam kategori siap saji, yaitu dijual
untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut. Sedangkan jajan
adalah kegiatan membeli makanan atau minuman yang bukan buatan sendiri. Pangan
jajanan dapat bernilai positif jika jajanan yang dikonsumsi mengandung zat gizi
dan terjamin kebersihannya. Berdasarkan suatu survei yang dilakukan di Bogor, sebesar
36% dari kebutuhan energi anak sekolah diperoleh dari pangan jajanan yang
dikonsumsi. Survei tersebut menyimpulkan bahwa pangan jajanan memiliki peranan
cukup penting dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak–anak usia
sekolah (Guhardja S. dkk, 2004). Namun, pada kenyataannya justru
memprihatinkan, dimana masih banyak jenis jajanan dengan kandungan zat-zat atau
mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Dari uji laboratorium
yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, terhadap 2.984 sampel
jajanan anak sekolah, ditemukan 45 persennya mengandung zat berbahaya (Badan
POM RI, 2010). Zat-zat berbahaya yang ditemukan dapat berasal dari zat
pengawet, zat pewarna, atau berasal dari bakteri dan mikroorganisme lainnya
akibat makanan atau minuman yang tercemar karena berada di lingkungan yang
tidak higienis. Apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan jangka waktu
yang lama akan menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada organ-organ
tubuh. Bayangkan jika generasi penerus bangsa ini selalu mengkonsumsi jajanan
yang mengandung zat-zat tersebut! Bagaimana bangsa ini menjadi bangsa yang maju
jika kaum penerusnya secara perlahan tumbang karena masalah kesehatan?
Untuk mengatasi masalah
ini, Badan POM RI (2007) menjabarkan pihak-pihak yang semestinya berperan serta
dalam pengawasan jajanan anak sekolah, di antaranya:
a.
Pemerintah
1)
Kerjasama program keamanan pangan
terpadu Jajanan Anak Sekolah (JAS) yang melibatkan lintas sektor antara lain
Depdiknas, Depkes, Depdag, Badan Ketahanan Pangan, Badan POM RI beserta
jajarannya masing–masing, serta instansi terkait lainnya perlu ditingkatkan.
2)
Menyediakan perangkat pelaksanaan
peraturan dan pengawasan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP), higiene dan
sanitasi serta pelarangan penggunaan bahan berbahaya pada pangan perlu lebih
ditingkatkan dan disosialisasikan kepada masyarakat.
3)
Mengadakan program promosi keamanan
pangan jajanan ke sekolah–sekolah.
4)
Kegiatan monitoring JAS secara terencana
dan terus menerus perlu lebih ditingkatkan dengan mencakup daerah yang lebih
luas di Indonesia.
5)
Melakukan pelatihan-pelatihan terhadap
guru, orang tua, penjual pangan, dan siswa.
6) Pemberian
informasi terhadap kiat–kiat memilih jajanan yang aman (warna, tekstur, lokasi
jajanan).
b.
Guru
1)
Mengawasi kantin sekolah melalui
kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dengan mengawasi pangan yang dijual,
kebersihan kantin, serta memberikan pelatihan bagi petugas kantin.
2)
Memberikan pengertian dan pengetahuan
kepada anak–anak mengenai dampak negatif yang timbul apabila jajan di sembarang
tempat.
c.
Orang tua
1)
Memberikan pengetahuan dasar kepada
anak–anak mengenai dampak negatif atau akibat yang timbul apabila jajan
disembarang tempat.
2)
Orang tua sebaiknya membekali anak–anaknya
dengan makanan rumah yang aman dan layak ketika akan berangkat sekolah, agar
tidak jajan sembarangan.
d.
Penjual Pangan Jajanan
1)
Penjual hanya boleh menggunakan BTP yang
diijinkan dan tidak melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan, serta tidak
boleh menggunakan pewarna ataupun bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya
pada pangan.
2)
Penjual wajib memperhatikan kebersihan
fasilitas dan tempat penjualan untuk mencegah kontaminasi silang terhadap
produk, serta mempraktekkan cara pengolahan pangan yang baik terutama
memperhatikan persyaratan higiene dan sanitasi.
Sesuai peran serta
orang tua terkait pengawasan Jajanan Anak Sekolah (JAS), kita berperan untuk memberikan
pengetahuan dasar kepada anak mengenai jajan sembarangan yang dapat berdampak
negatif bagi kesehatan. Selain itu ada baiknya jika tidak membiasakan anak
untuk jajan, tetapi membawakannya bekal makanan ke sekolah atau menyediakan
camilan sehat di rumah sebagai pengganti pangan jajanan yang dibeli di luar
rumah. Namun, terkadang status bekerja kedua orang tua, atau keterampilan yang
kurang dalam memasak menjadi alasan sulitnya mempersiapkan bekal atau camilan
yang aman dan sehat.
Maka diperlukan cara
yang cerdas dan tepat untuk mengawasi, memilihkan, dan memberi edukasi yang
tepat kepada anak mengenai kebiasaan jajan. Meskipun anak dibiarkan jajan, dengan
pengetahuan dan sikap anak yang dapat memilih jajanan sehat, maka dapat
meminimalisir dampak negatif akibat mengkonsumsi pangan jajanan. Sebaliknya,
zat gizi yang kurang dari asupan makanan sehari-hari dapat dilengkapi dari zat
gizi yang dimiliki oleh pangan jajanan sehat.
Buku
ini adalah salah satu media, untuk saling berbagi dan menyebarkan informasi
mengenai jajanan yang biasa dikonsumsi anak-anak kita. Disertai kiat-kiat yang
cerdas dan tepat dalam mengawasi, memilihkan, serta mengedukasi anak untuk
dapat mengkonsumsi pangan jajanan yang sehat, bersih, dan aman. Kalau bukan
kita yang melakukan, siapa lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar