Kata-kata memiliki kekuatan tersendiri bagi pembacanya. Tidak hanya kata-kata puitis yang memang sengaja dirangkai penulisnya menjadi sebuah karya sastra. Bahkan sekedar percakapan antar manusia pun, kadang memiliki suatu makna dalam. Tidak hanya percakapan lisan, percakapan lewat tulisan juga bisa sangat mengena ketika pesan yang mungkin singkat itu kita baca.
Katanya, akan ada suatu masa ketika kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan yang tidak pernah diduga, tetapi berpengaruh besar pada masa depan. Mungkin itu yang beberapa waktu lalu kualami. Entah mengapa membaca pertanyaan lewat tulisan itu, bisa seketika membuat air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Entah bingung, kaget, belum siap atau karena pengaruh sedang dalam masa PMS yang membuatku tiba-tiba cengeng? Meski air mata tidak mampu kutahan, tapi kuusahakan sebisa mungkin tangisan spontan itu tidak menimbulkan suara, supaya tidak ada yang mendengarnya.
Satu pertanyaan yang tidak pernah kuduga seumur hidup. Pertanyaan yang baru pertama kalinya ditujukan kepadaku. Pertanyaan yang jawabannya ada di dalam hati nurani, tapi belum kutahu pasti letaknya. Aku bersyukur setidaknya pertanyaan itu kudapat melalui pesan tertulis, bukan melalui percakapan lisan di telepon. Setidaknya aku masih bisa berusaha memberikan jawaban lewat pesan tertulis, saat air mata belum mau berhenti mengalir. Di saat aku tidak mungkin bisa mengutarakan jawabannya secara lisan. Di saat aku harus berusaha mengontrol diri supaya kembali tenang. Karena berbicara saat air mata mengalir tidak akan meredakan tangis, malah akan membuatku sesenggukan seperti anak kecil.
Mungkin aku belum cukup dewasa untuk mempersiapkan diri ketika pertanyaan itu hadir. Mungkin aku juga terlalu minder untuk sekedar berpikir bahwa aku adalah perempuan baik-baik yang pantas untuk sosok baik pula. Mungkin juga aku hanya sedang PMS, jadi persoalan kecil terlalu kubesar-besarkan. Hei, tapi bukankah itu tidak bisa dikatakan sebagai candaan?
Malam itu, oh ternyata sudah berganti hari. Dini hari itu, kucoba melakukan sesuatu yang mungkin bisa membuatku tenang. Mencoba bicara langsung. Bukan dengan si penanya lewat pesan tulisan tadi. Tapi kepada-Nya, yang telah menorehkan takdir kami, setidaknya sampai detik itu. Kucoba mengadukan segala hal yang terpendam di hati ini kepada-Nya. Berharap Dia memberikan petunjuk yang dapat kubaca, kulihat, kudengar, dan kurasakan dengan jelas. "Tuhan, jika ini baik untukku, untuknya, dan untuk mereka, maka mudahkanlah. Tapi jika tidak, jadikan kami semua hamba-Mu yang ikhlas dan lapang dada menerima apa pun yang Kau tetapkan untuk kami."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar